Site icon Lingkar.co

Pupuk Subsidi Langka, Wagub Jateng Dorong Petani Gunakan Pupuk Organik

Wagub Jateng saat mendatangi PMI di Banyumas. Rezanda Akbar D./Lingkar.co

Wagub Jateng saat mendatangi PMI di Banyumas. Rezanda Akbar D./Lingkar.co

SEMARANG, Lingkar.co – Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mendorong petani di Jawa Tengah untuk memanfaatkan pupuk organik. Hal tersebut guna antisipasi kelangkaan kelangkaan pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat.
 
“Kemarin saya dengar langsung dari Pak Mentan Yasin Limpo saat penghargaan Bidang Pertanian 2021. Beliau mengatakan bahwa produksi pupuk masih belum bisa mencukupi, baru sekitar 50 persen. Maka itu, selain menggunakan pupuk dari pemerintah, mari kita gunakan pupuk organik,” kata Gus Yasin, pada wartawan Lingkar.co melalui telepon, Selasa (14/09/2021).
 
Gus Yasin menyebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan beberapa upaya agar para petani menggunakan pupuk organik. Salah satunya adalah dengan pelatihan pembuatan pupuk organik.

Baca Juga:
Jateng Sabet Penghargaan Abdi Bhakti Tani 2021

Gus Yasin memaklumi, petani tidak bisa langsung beralih ke pupuk organik. Oleh karenanya, ia tetap meminta agar pembagian pupuk bersubsidi dari pemerintah dapat dilakukan secara merata.
 
“Nanti pelan-pelan, sembari program kita dorong terus agar petani mulai memproduksi pupuk organik dan menggunakannya,” imbuhnya.
 
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Tri Susilarjo, mengatakan pihaknya juga mendorong petani untuk melakukan perbaikan struktur dan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk organik.
 
“Sehingga ketergantungan pupuk anorganik dapat dikurangi. Pupuk anorganik menyebabkan kondisi tanah kurus dan tidak subur,” kata Tri.

Tersedia Pelatihan Gratis


 
Tri menambahkan, bagi petani yang ingin belajar memproduksi pupuk organik dapat meminta kepada Distanbun. Para petani akan mendapat pelatihan cara memproduksi pupuk organik sesuai dengan standar yang berlaku.
 
“Pelatihannya gratis. Hasilnya nanti kita ujikan sesuai standar yang berlaku, salah satunya Standar Nasional Indonesia (SNI). Kalau akan dipakai atau diperjualbelikan secara internal untuk satu desa misalnya, sudah percaya diri karena masuk SNI,” papar dia.
 
Tri menyampaikan, pertanian yang betul-betul organik di Jawa Tengah hingga saat ini jumlahnya masih relatif sedikit.
 
Namun untuk jenis pertanian lainnya seperti pertanian sehat, pertanian bebas pestisida, jumlahnya sudah relatif banyak.
 
“Kalau pertanian organik memang masih sedikit, namun hasilnya menjadi sangat premium dengan nilai jual tinggi. Misalnya pertanian padi, kalau (pertanian) biasa, nilai berasnya paling Rp. 8 ribu sampai Rp. 9 ribu saja (per kilogram). Tapi kalau (pertanian) organik nilai jualnya (per kilogram) bisa lebih dari Rp. 25 ribu,” tandasnya.
 
Penulis: Rezanda Akbar D.
Editor: Nadin Himaya

Exit mobile version