Lingkar.co – Warga Nongkosawit, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Rohmat ciptakan alat pengolahan sampah secara mandiri. Hal tersebut dilakukannya dalam menyikapi adanya penumpukan sampah plastik.
Ide Rohmat yang merupakan staf Ketenteraman dan Ketertiban Umum (Trantib) Kecamatan Gunungpati itu, berupa alat yang dirakit dari limbah tong besi bekas dan berfungsi sebagai penyuling plastik menjadi cairan minyak berwarna hijau kehitaman.
Dan nantinya, minyak hasil sulingan itu memiliki karakteristik menyerupai bahan bakar minyak (BBM), dengan bau mirip tiner dan mudah tersulut api.
Atas keterlibatannya dalam inovasi tersebut, disambut baik oleh Pelaksana tugas (Plt) Camat Gunungpati Al Frida Very Sanavel. Gayung bersambut hingga Rohmat merakit alat pengolahan sampah tersebut.
Menurut Rohmat, gagasan ini muncul dari kekhawatiran atas pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah plastik ke sungai yang akhirnya bermuara di laut Kota Semarang.
“Kami prihatin di laut-laut itu sekarang banyak penumpukan plastik, termasuk di Pantai Marina. Ternyata banyak pembuangan sampah dari kali-kali. Itu yang berbahaya,” ujar Rohmat ditemui saat memproduksi sampah plastik menjadi minyak di Kantor Kecamatan Gunungpati, Kamis (24/4/2025).
Alih-alih hanya memindahkan sampah ke TPA Jatibarang, Rohmat dan tim memilih membuat alat pengolahan sendiri. Mereka memanfaatkan bahan seadanya, belajar mandiri, dan terus melakukan perbaikan meskipun belum sepenuhnya sempurna.
“Kami membuat alat sendiri. Kami belajar bareng, ada kekurangan dan trobel itu pasti ada. Namun, kami ingin agar permasalahan sampah bisa tertangani secara maksimal, bukan sekadar memindahkan dari rumah ke TPA Jatibarang,” ujarnya.
Alat ini bekerja menggunakan prinsip destilasi, yakni pemanasan plastik dalam ruang tertutup tanpa oksigen. Uap hasil pemanasan kemudian dialirkan melalui pipa pendingin hingga mengembun menjadi tetesan minyak.
Namun, efektivitas alat bergantung pada kondisi bahan baku. Plastik yang bersih dan kering menghasilkan minyak lebih baik, sedangkan plastik kotor terutama bekas bungkus bumbu dapur mengandung residu tinggi.
“Yang normal itu harus kering, bersih plastiknya. Itu pasti menghasilkan yang bagus,” ujar Rohmat yang juga aktivis pencinta alam tersebut.
Dia menyebut proses pengolahan memakan waktu hingga empat jam, dan sejauh ini limbah sisa pembakaran dikumpulkan, tidak dibuang sembarangan.
“Ke depan limbah bisa diolah menjadi produk seperti paving block,” kata Rohmat yang juga pelaku seni tersebut.
Sementara itu, Plt Camat Gunungpati Al Frida menyatakan dukungan terhadap inovasi anak buahnya tersebut.
Menurutnya, Rohmat sebagai tenaga terampil tak hanya memiliki ide, tetapi mampu merealisasikan konsep teknis secara langsung.
“Beliau pencinta alam yang mampu merancang dan membuat alat sendiri. Saya hanya bantu sedikit-sedikit,” kata Frida.
Frida menyebut alat ini dibuat dari nol dan menjadi langkah awal upaya pengurangan sampah plastik di Gunungpati.
Langkah itu mendorong partisipasi seluruh ASN dan non-ASN se-Kecamatan Gunungpati untuk membawa sampah plastik dari rumah tiap Senin saat apel.
Hingga kini, alat yang dirancang belum diuji laboratorium dan belum memiliki sistem penimbangan hasil minyak. Namun, hal itu tidak menghalangi semangat mereka.
“Tujuan utama kami bukan menjual minyaknya, masih jauh ke sana. Yang penting mengurangi sampah plastik dulu,” kata Frida.
Dia menambahkan program ini akan diusulkan untuk mendapatkan pendanaan CSR dari Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Semarang agar bisa direplikasi ke seluruh kelurahan di Gunungpati.
Frida berharap pengolahan semacam ini bisa menjadi solusi konkret untuk mengurangi beban TPA Jatibarang yang makin penuh.
“Kalau tidak dikurangi, TPA Jatibarang tidak akan mampu menampung sampah dari seluruh warga Kota Semarang. Makanya harus dikurangi dari sekarang,” ujarnya. ***