Soal Pupuk Subsidi, HKTI Rembang Sebut Minim Sosialisasi

KOORDINASI : Pemuda Tani HKTI Rembang saat menjadi mediator yang mempertemukan beberapa kelompok tani dengan Dinas Pertanian dan Pangan Rembang. (DOK. PEMUDA HKTI FOR LINGKAR JATENG)
KOORDINASI : Pemuda Tani HKTI Rembang saat menjadi mediator yang mempertemukan beberapa kelompok tani dengan Dinas Pertanian dan Pangan Rembang. (DOK. PEMUDA HKTI FOR LINGKAR JATENG)

REMBANG, Lingkar.co –  Pemerintah dinilai tak bersalah dalam hal subsidi pupuk bagi petani daerah. Hal tersebut disampaikan Ketua umum DPK (Dewan Pimpinan) Kabupaten) Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rembang Muhammad Nuril Anwar.

Menurut Nuril, pemerintah tak sepenuhnya salah dalam masalah pupuk. Ia mengatakan, pemerintah telah berpihak pada petani dengan membuat kebijakan kartu tani yang secara secara fungsinya sebenarnya hanya petani-petani menengah kebawah  yang maksimal hanya memiliki 2 hektare lahan saja. Hanya saja teknis dan implementasinya yang belum mencapai 100%.

 “Di sini letak kurang baiknya teknis yang terjadi di lapangan. Petani pemilik kartu tani pada beberapa daerah ada yang tidak bisa membeli pupuk subsidi sesuai dengan kuota atau kebutuhan yang semestinya atau yang biasa mereka lakukan sebelumnya. Begitu sebaliknya, petani yang tidak memiliki kartu tani dapat membeli pupuk subsidi,” terangnya

Menurutnya, persoalan utama dari masalah pupuk adalah kurangnya sosialisasi oleh pihak terkait, seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan kelompok tani kepada para petani yang ada pada wilayahnya. Sedangkan pemilik kartu tani harus petani yang tergabung dalam kelompok tani.

TIDAK SESUAI DOSIS

Persoalan lain yang di alami petani, lanjut Nuril yakni dalam pemakaian pupuk para petani lebih berpegang pada kebiasaan dalam penggunaan campuran pupuk yang sangat memungkinkan tidak sesuai dengan dosis yang tersedia oleh kebijakan pemerintah. Seperti petani yg tidak suka memakai pupuk organik, padahal pemerintah menghitung penggunaan pupuk organik dalam dosis yang telah menyesuaikan. Hal tersebut yang membuat sosialisasi dari pihak terkait ternilai sangat penting.

“Maka dalam hal ini jatah pupuk urea misalnya dari pemerintah dua sak dan dua sak lainnya adalah pupuk organik. Namun kebiasaan petani memakai urea biasanya tiga sak tanpa pupuk organik maka petani juga akan kesulitan mencari tambahan tersebut,” imbuhnya.

Nuril berharap, pemerintah segera memperbaiki teknis-teknis yang menghambat terdistribusinya pupuk subsidi pada petani. Selain itu, ia berharap, kelompok tani  agar lebih terbuka pada petani serta lebih masif dalam mensosialisasikan program dan kebijakan pemerintah terkait pertanian. “Selain itu birokrasi-birokrasi yang merugikan para petani agar segera di putus mata rantainya,” pungkasnya. (mg1/mg2/aji)

Baca Juga:
BPNT Dinilai Jadi Celah Penyimpangan