Susul PDIP Dukung Pemilu Proporsional Tertutup, Ketum PBB Ajukan Gugatan Sebagai Pihak Terkait ke MK

JAKARTA, Lingkar.co – Partai Bulan Bintang (PBB) mendukung praktik pemilu kembali pada sistem proporsional tertutup menyusul langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Bahkan, PBB telah mengajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jum’at (13/1/2023) kemarin.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya mencoblos logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (pileg).

Sebagai bukti dukungan, PBB telah mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu mengenai sistem proporsional tertutup.

Menurut Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, pihaknya punya legal standing yang kuat untuk mengajukan permohonan sebagai pihak terkait. Permohonan tersebut, kata Yusril, berkaitan dengan uji materi dengan nomor perkara 114/PPU-XX/2022 di MK.

Bahkan, kata Yusril, posisi PBB sangat kuat, karena tidak terlibat dalam penyusunan UU Pemilu tersebut. Apalagi PBB sudah ditetapkan sebagai partai politik peserta Pemilu 2024.

“PBB sudah ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu, punya kepentingan langsung terhadap pasal-pasal yang diuji di MK ini,” ucap Yusril, dalam keterangannya, Sabtu (14/1/2023).

Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra (Foto: istimewa)

Lebih jauh Yusril mengungkapkan, pengambilan langkah tersebut, agar memastikan MK tidak menolak gugatan yang diuji saat ini, mengingat gugatan dilakukan oleh perorangan, bukan dari partai politik. Tak main-main, Yusril menegaskan, pihaknya siap menghadirkan ahli jika MK membutuhkannya.

“Dan kita berharap majelis akan menetapkan kami sebagai pihak terkait,” kata Yusril.

Alasan Dukung Pemilu Tertutup

Sejalan dengan hal itu, Yusril lantas mengungkapkan alasan partainya mendukung pemilu dengan sistem proporsional tertutup.

“Mengapa PBB mendukung permohonan dari enam pemohon, supaya pemilu kita itu kembali kepada sistem proporsional tertutup,” ucapnya.

Menurut pakar hukum tata negara ini, dengan penerapan sistem pemilu tertutup, parpol bisa merekrut kader terbaiknya untuk maju sebagai caleg. Pengajuan para kader tersebut menurut Yusril, telah melalui proses kaderisasi dan pendidikan politik, bukan berdasarkan popularitas atau kekuatan uang.

“Selama ini yang terjadi tidak begitu, partai berdiri enggak jelas sejarahnya, enggak jelas apa peranannya,” ucapnya.

Bahkan saat ini, kata Yusril, parpol seenaknya merekrut kader, terutama yang punya popularitas dan uang besar untuk membiayai kegiatan pemilu.

“Kemudian rekrut siapa saja. Kader bukan, yang penting orang terkenal, artis, pelawak, dan mereka yang punya uang besar untuk membiayai kegiatan pemilu,” jelasnya.

“Akhirnya, demokrasi kita berubah menjadi demokrasi kekuatan uang,” sambung Yusril.

Selain itu, menurut Yusril, sistem proporsional terbuka juga membingungkan rakyat sehingga menimbulkan banyak kesalahan saat pencoblosan.

“Di samping juga membingungkan rakyat, di lapisan paling bawah banyak sekali kesalahan-kesalahan melakukan pencoblosan,” ungkapnya.

Saat ini, ada beberapa pihak yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait sistem proporsional terbuka, kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.

Adapun penggugat adalah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Oleh karena itu, Yusril, berharap agar majelis menetapkan partainya sebagai pihak terkait. Agar status partai PBB sama dengan pemohon.

Sejalan dengan PDIP

Yusril menyadari usulan partainya tidak mendapat dukungan mayoritas partai lain. PPB hanya sejalan dengan PDIP.

“Memang pendapat kami ini tidak didukung oleh mayoritas partai, yang kelihatannya sependapat hanya PDIP dan PBB,” ucap Yusril.

Sebagaimana informasi, dari sembilan parpol parlemen, hanya PDIP yang secara terang-terangan mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.

Delapan parpol yang menolak pemilu sistem proporsional tertutup, yakni Golkar, Demokrat, PAN, PKB, PKS NasDem, PPP dan Gerindra. (*)

Penulis: M. Rain Daling
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat