Lingkar.co — Langit Semarang sore itu tampak teduh, tapi semangat di dalam gedung tempat pelantikan PW GP Ansor Jawa Tengah justru membara, Minggu (2/11/2025).
Ribuan kader berseragam hijau memenuhi ruangan, sebagian berdiri tegak, sebagian lagi menatap khidmat ke arah panggung. Di sana, Addin Jauharuddin, Ketua Umum GP Ansor, berdiri dengan sorot mata tegas dan penuh keyakinan.
Suara Addin menggema, menembus riuhnya barisan kader yang bersiap menyambut kepemimpinan baru.
“Kita perlu melakukan langkah gerak secara bersama-sama untuk memberikan pelayanan kepada para kader sekaligus kepada NU secara organisasional,” ucapnya lantang, seolah menyalakan bara semangat yang telah lama disimpan dalam dada para kader muda NU.
Addin tidak hanya berbicara soal jabatan atau seremonial. Ia bicara tentang perjuangan baru perjuangan yang kini tak lagi di medan tempur, melainkan di ladang pengabdian sosial dan pemberdayaan ekonomi.
“Ansor lahir sebagai pilar republik sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini,” katanya, mengingatkan kembali bahwa organisasi ini dibangun di atas darah dan keringat para pejuang bangsa.
Suasana hening sesaat. Ribuan kepala menunduk. Di beberapa sudut, mata tampak berkaca-kaca. Kalimat itu bukan sekadar sejarah itu adalah panggilan.
Addin lalu berbicara tentang tantangan masa kini: ketimpangan ekonomi dan kesenjangan kesejahteraan di tengah masyarakat. Baginya, kader Ansor tidak boleh hanya kuat dalam ideologi, tapi juga tangguh secara ekonomi.
“Tugas kita juga untuk menghilangkan ketimpangan ekonomi di antara masyarakat dengan menyediakan program berkelanjutan,” tegasnya.
Ia kemudian memperkenalkan Program BISA (Bisnis Ansor), sebuah inisiatif ekonomi kolektif yang akan melahirkan BUMA (Badan Usaha Milik Ansor). BUMA bukan sekadar badan usaha, melainkan simbol kemandirian kader Ansor.
“Kami membuat program BISA yang menjadi katalisator pewujudan program ekonomi yang nanti akan membentuk BUMA, yang memberdayakan potensi ekonomi lokal,” jelas Addin, disambut tepuk tangan panjang dan sorak takbir yang menggema.
Di antara hadirin, tampak Gus Prabowo, Ketua PW GP Ansor Jawa Tengah yang baru saja dilantik. Wajahnya berseri, namun sorot matanya menyimpan tekad yang dalam. Seusai Addin berbicara, ia menunduk sejenak, lalu menatap ribuan kader di hadapannya.
“Kami akan menjaga amanah ini. Ini bukan tentang jabatan, tapi tentang tanggung jawab. Tentang bagaimana Ansor Jawa Tengah bisa benar-benar menjadi garda terdepan dalam pelayanan, dalam pengabdian, dan dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat,” ucap Gus Prabowo dengan suara bergetar.
Momen itu terasa sakral ketika Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka turut menyampaikan pesan kebanggaan dan dukungan. Di hadapan para kader muda Nahdlatul Ulama itu, Gibran memuji semangat gotong royong yang terus dijaga oleh Ansor.
“Saya melihat energi besar di ruangan ini. Kalau semangat seperti ini bisa disalurkan untuk menggerakkan ekonomi rakyat, saya yakin Jawa Tengah akan semakin kuat,” ujar Gibran yang disambut sorakan riuh.
Pidato demi pidato sore itu bukan hanya deretan kalimat. Ia menjelma menjadi suara kolektif tentang cita-cita, tentang perjuangan yang tidak pernah padam hanya berganti medan. Dari perjuangan fisik melawan penjajah, kini menjadi perjuangan sosial, pendidikan, dan ekonomi.
Dan ketika gema “Ansor! Istimewa!” kembali mengguncang ruangan, bukan hanya sebagai pekik kebanggaan, tetapi sebagai sumpah pengabdian. Sumpah untuk terus berkhidmah, menebar manfaat, dan menjaga nilai-nilai kebangsaan yang telah diwariskan para pendahulu.
Dari pelantikan hari itu, semangat baru lahir di tubuh Ansor Jawa Tengah.
Sebuah janji yang tidak diucapkan dengan kata, tetapi diikrarkan dalam hati.
Berjuang tanpa lelah, bergerak tanpa pamrih, demi Indonesia yang sejahtera dan bermartabat. (*)







