Lingkar.co – Siapa sangka jika jajaran staf Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Blora punya bakat seni yang luar biasa hingga memukau penonton. Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan berhasil menyabet Juara I dalam Karnaval Pembangunan.
Menduduki peringkat teratas pemilihan dewan juri dalam kategori kelompok Organisasi Perangkat Daerah, jajaran staf Setwan DPRD Blora tampil all out.
Memilih tema Jas Merah (Jangan sekali-kali Meninggalkan sejarah), para staf langsung menggelar drama teaterikal yang menampilkan kerja paksa pada masa penjajahan.
Penampilan tersebut turut didukung dengan kostum yang sesuai. Ada yang berseragam penjajah Belanda lengkap dengan senjata, dan sebagian lain mengenakan pakaian rakyat jelata.
Penonton pun dibawa dalam suasana emosional ketika adegan penyiksaan rakyat Indonesia dengan rantai di tangan dan belenggu kayu di leher. Sontak adegan itu membuat penonton yang menyaksikan larut dalam suasana haru dan iba.
Ada juga yang berperan sebagai bangsawan Indonesia yang memihak Belanda, karena kita semua tahu musuh bangsa kita bukan hanya bangsa lain, melainkan juga dari bangsa kita sendiri.
Ada pula yang memerankan pejuang Indonesia serta para perempuan berperan sebagai petugas paramedis Palang Merah Indonesia.
Penampilan ditutup ketika Sang Proklamator membacakan teks proklamasi kemerdekaan. Semua aktor pun berkumpul di panggung utama.
Melalui aksi teatrikal itu, para staf Setwan DPRD Blora mengajak masyarakat mengambil pelajaran bahwa perjuangan para pahlawan membebaskan diri dari belenggu penjajah amat berat.
Selain teaterikal, Setwan DPRD Blora juga menampilkan Pangeran Diponegoro menunggang replika kuda. Sekretaris DPRD Kabupaten Blora, Catur Pambudi Amperawan juga sukses memerankan sang pahlawan nasional tersebut.
Menyaksikan penampilan tersebut, beberapa warga tampak memberikan komentar positif. Salah satunya adalah Yunia, warga Kecamatan Blora kota tersebut mengaku terharu.
“Mewek….membayangkan perjuangan mereka jaman dulu terbawa emosi, karena bagaimana sulitnya hidup di masa penjajahan, dan nikmatnya hidup di zaman kemerdekaan. Alfatihah buat para pejuang,” ucapnya, usai melihat kembali vidio karnval yang digelar Pemkab Blora, Minggu (3/9/023).
Sementara itu, salah satu staf Setwan DPRD Blora, Anna Oktaviani Prasetyo, menyatakan bahwa tema perjuangan wajib diangkat dalam berbagai kesempatan dan bahkan bisa di hampir semua event.
“Pada intinya saya miris lagi dengan kondisi yang terjadi, karena selama ini karnaval isinya yang penuh euforia, tari-tarian yang kayak tiktokkan, terus hanya seputar hura-hura. Jadi sama sekali karnaval 17-an itu nggak ada temanya,” ungkapnya.
Ia menyebut keprihatinan jajaran Setwan melihat anak muda sekarang ternyata tidak memahami gambaran perjuangan di zaman penjajahan. Namun hanya sebatas mengetahui dari mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
“Terus ketika saya bersantai di rumah secara spontan punya ide karnaval dengan tema perjuangan kemerdekaan Indonesia jaman dulu,” ungkapnya.
“Dari situlah saya ngobrol, bercerita sama keluarga, terutamanya pada anak saya. Saya menceritakan perjuangan jaman dulu pada anak saya, dan (salah satu) anak saya ternyata merespons dengan kalimat ‘Oh, ternyata begitu ya mah perjuangan jaman dulu’. Jadi, mereka tak tahu gambaran asli dari sebuah perjuangan di zaman lalu,” urainya.
“Tahunya mereka ya dari buku. Kalau hanya dulu berjuang intinya seperti itu, nggak tahu kalau perjuangan kemerdekaan itu seperti itu,” jelasnya.
Selain itu, dirinya juga mengakui arus perkembangan teknologi digital meleenakan remaja atau generasi milenial. Oleh karena itu, ia juga memanfaatkan teknologi digital untuk mengingatkan beratnya mencapai kemerdekaan.
“Zaman sekarang kan era digital, tentunya mereka akan menampilkan dari hasil melihat di dalam gawai tersebut, baik YouTube, tiktok, Instagram, Facebook dan lainnya. Makanya, saya ambil tema perjuangan, kalau dengan tema-tema seperti itu yakni romusha, lebih mengena hati,” paparnya.
Terkait beragam atribut dan pernak-pernik yang digunakan untuk Karnaval Pembangunan, ia mengaku tidak semuanya membeli.
“Kita, saat menampilkan itu, pakai barang-barang bekas milik sendiri dari sekitar kita,” bebernya.
Terakhir, Ana menyebut keberhasilan meraih juara I adalah kerja keras tim. Semua anggota Setwan yang bertukar ide, berlatih dan bermain dengan totalitas seperti layaknya seorang pemain teater.
“Tentunya juara dan penghargaan itu dibarengi juga oleh kerjasama tim yang luar biasa. Dan, pastinya membutuhkan sesuatu yang benar-benar luar biasa bagi kami. Karena dengan kondisi keuangan yang limit, akhirnya cekatan tanpa menyewa pelatih dari luar, dengan ide sampai menjadi penampilan sampai menjadi pemenang itu dari kita untuk kita,” pungkasnya. (*)
Penulis: Lilik Yuliantoro
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps