Tanggapi ‘Iuran Kebersamaan’ di Pemkot Semarang, Agustina : Kalaupun Ada Harusnya Untuk Internal

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti saat dikonfirmasi wartawan. (dok Ahmad Rifqi Hidayat)
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti saat dikonfirmasi wartawan. (dok Ahmad Rifqi Hidayat)

Lingkar.co – Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti saat dikonfirmasi wartawan terkait ‘Iuran Kebersamaan‘ di Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mengaku selama dua bulan menjabat, dia tidak menemukan praktik tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menguak persoalan ‘iuran kebersamaan’ di lingkungan Pemkot Semarang.

“Saya kok tidak lihat ya. Tidak lihat ada tradisi iuran yang diberikan kepada wali kota atau mungkin berhenti ketika terjadi kasus itu. Saya juga belum bertanya. Saya dua bulan jadi wali kota belum dapat info,” kata Agustina dikutip dari Detik, Jumat (25/4/2025).

Meski demikian ia menganggap jika memang ada iuran kebersamaan seharusnya tidak mengalir ke atasan, tapi untuk kegiatan internal atau sosial. Kata Agustina lebih baik lagi jika iuran itu bermanfaat untuk masyarakat.

“Kalaupun ada iuran mungkin adalah untuk internal, mungkin ada baksos dan lainnya. Seharusnya tidak diniatkan diberikan kepada orang yang tidak perlu, saya harus cek. Kan kadang ada gerakan orang tua asuh, kemudian ada gerakan memberikan bantuan permodalan ke beberapa orang. Ada iuran atas nama Korpri,” jelas dia.

“Namun yang saya lihat di kasus itu, yang mengemuka adalah iuran diberikan kepada para pejabat di atasnya. Ini yang berbeda. Iuran bolehlah, tetapi berikan kepada masyarakat. Kalau iuran diberikan kepada pejabat selevelnya atau di atasnya, ya itu yang harus dicegah,” imbuhnya.

Berharap perilaku korupsi tidak terjadi lagi, Agustina pun menegaskan bakal mengecek ke dinas-dinas dan jika ada pihak yang tahu bisa segera memberikan informasi untuk melakukan pencegahan.

“Mudah-mudahan sudah berhenti, tetapi saya akan cek karena di situ, kan sudah kelihatan sebenarnya dinas mana yang disasar,” tegasnya.

Untuk diketahui, dalam sidang pembacaan dakwaan dengan terdakwa Ita dan suaminya, Alwin Basri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra menyebut soal iuran kebersamaan. Terdakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

Sebelumnya diberitakan, JPU mengungkap adanya uang ‘iuran kebersamaan’ dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.

“Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran ‘iuran kebersamaan’,” kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

“Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu,” ungkapnya.

Adapun, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai ‘iuran kebersamaan’. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.

Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.

Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana ‘iuran kebersamaan’.

“Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang. Namun Terdakwa I menyampaikan kalimat ‘ngko sik’ (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang,” paparnya.


Penulis : Ahmad Rifqi Hidayat