Temuan Baru Pansus Hak Angket: Dari Rapat Ilegal hingga Kejanggalan Mutasi Pejabat Pati

Rapat Pansus DPRD Pati, Kamis (21/8/2025). Foto: Miftah/Lingkar.co

Lingkar.co – Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Kabupaten Pati kembali menggelar rapat kerja pada Kamis (21/8/2025). Kali ini, Pansus memanggil mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pati, Sukardi.

Fokus pembahasan antara lain terkait rapat awal soal Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang digelar di rumah pribadi Bupati Pati Sudewo, pembekuan anggaran Januari–Februari 2025, hingga kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tidak didukung kajian memadai.

Anggota Pansus, Yeti Kriatianti, menilai rapat di rumah bupati tersebut tidak sah secara hukum. Menurutnya, pertemuan itu tidak dihadiri Sekda maupun asisten daerah, dan justru undangannya dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

“Kalau DPMPTSP itu menurut saya kurang pas, ya. Karena yang berkompeten seharusnya BPKAD. Apalagi rapat itu sifatnya dadakan, jadi secara hukum memang tidak sah, tetapi tetap dilakukan oleh bupati,” ujar Yeti.

Yeti juga menyoroti adanya pembekuan anggaran pada Januari–Februari 2025, padahal Bupati Pati baru dilantik pada Maret.

“Kenapa ada pembekuan anggaran di Januari–Februari, sementara Pak Bupati dilantik bulan Maret? Itu yang sedang kami selidiki. Secara hukum tentu perlu dipertanyakan,” tegasnya.

Selain itu, Pansus menemukan fakta bahwa kenaikan NJOP belum didukung kajian resmi.

“Untuk kajian kenaikan NJOP, dari BPKAD lama belum ada dokumen yang bisa dijadikan dasar. Artinya, kenaikan itu belum didukung kajian,” terang Yeti.

Mutasi Pejabat Disorot

Tidak hanya soal anggaran, Pansus juga memanggil mantan Kepala Inspektorat, Agus Eko Wibowo, yang kini diturunkan jabatannya menjadi staf di Arpusda.

Anggota Pansus, Muslihan, menilai proses mutasi tersebut sarat ketidakadilan.

“Yang disampaikan tadi memang sangat memprihatinkan. Kami tanyakan apakah itu sesuai aturan atau tidak, karena penurunannya terkesan tidak profesional dan jauh dari asas keadilan,” ujar Muslihan usai rapat.

Menurutnya, keterangan Agus menunjukkan adanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang janggal.

“Kalau dilihat, BAP itu hanya sekadar alasan. Bahkan tadi sempat meneteskan air mata saat menceritakan kronologinya, karena merasa dizalimi. Jabatan yang awalnya eselon II atau III tiba-tiba diturunkan jadi staf tanpa alasan kuat,” ungkapnya.

Muslihan menambahkan, kebijakan mutasi yang tidak wajar dapat merusak tata kelola pemerintahan.

“Kalau hal seperti ini diteruskan, ke depan birokrasi tidak akan menjadi lebih baik. Padahal, beliau ini masih muda, potensial, dan belum ada catatan yang layak untuk dijadikan alasan penurunan jabatan,” imbuhnya.

Selain kasus Inspektorat, Pansus juga mencatat adanya mutasi guru yang dinilai tidak realistis. Bahkan, ada yang sampai mengalami kecelakaan dalam perjalanan karena dipindahkan jauh dari lokasi semula.

“Ini kan sangat tidak realistis dan terkesan lucu kalau dilihat dengan kacamata publik. Mutasi semacam ini tidak hanya jadi perhatian masyarakat Pati, tapi bisa disaksikan secara nasional,” tegasnya.

Muslihan memastikan Pansus akan terus menggali keterangan dari berbagai pihak agar hasil penyelidikan lebih komprehensif.

“Kita tidak cukup hanya dari satu saksi. Nanti akan ada tambahan pihak yang akan dipanggil, baik sebagai saksi maupun narasumber, agar hasil Pansus ini komprehensif,” pungkasnya.

Pada rapat yang sama, Pansus juga memanggil Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pati, mantan Kepala BKPSDM Pati, serta sejumlah warga yang menjadi wajib pajak. (*)