Lingkar.co – Tidak banyak yang tahu bahwa pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari yang selama ini dikenal sebagai ulama yang nasionalis karena perjuangan melawan penjajah merupakan seorang ahli Al Qur’an.
Hal itu diungkapkan oleh peneliti sanad Al Qur’an Nusantara, Abid Muaffan dalam Dialog Ilmu Qiraat dan Bedah Sanad Ulama Al-Qur’an Nusantara yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang (PC) Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Kota Semarang di Ponpes Madinah Munawwarah, Pedalangan, Banyumanik, Kota Semarang, Sabtu (9/11/2024).
“Memang awalnya dasarnya dari indikasi. Jadi Mbah Hasyim Asy’ari ini kan termasuk ulama ahli hadits yang hafal Kutubus Sittah, menurut guru saya, mustahil jika seorang ahli hadits yang hafal ribuan hadist dari matan dan sanadnya kok tidak hafal Al-Qur’an. Nah, terbukti dengan temuan ini,” kata Gus Abid usai kegiatan.
Gus Abid menuturkan, dirinya banyak menemukan fakta dalam perjalanan menelusuri silsilah keguruan atau sanad ulama ahli Al-Qur’an di Mesir maupun di Indonesia dan sekitarnya.
“Nama Mbah Hasyim ini juga tercatat sebagai muqri’ atau ahli qiraat di Mesir. Sebelum menghafalkan Al-Qur’an dengan KH Munawir Krapyak Yogyakarta, Mbah Arwani juga belajar ilmu tajwid dengan berbagai madzhab bacaan dengan Mbah Hasyim,” paparnya.
Ia bilang, Mbah Hasyim Asy’ari dan Mbah Munawir Krapyak berminat untuk mengambil menantu. Namun tidak diperkenankan oleh keluarga. “Berkah dari penolakan itu ada Pondok Yanbu’ di Kudus, dan pada akhirnya Mbah Hasyim juga punya cucu mantu yang bisa melanjutkan cita-cita beliau untuk mengembangkan ilmu Al Qur’an yang sekarang ini ada Pesantren Madrosatul Qur’an di Jombang,” jelasnya.
Sementara, Ketua PC JQHNU Kota Semarang, Ahmad Rifqi Hidayat, AH menuturkan target dan tujuan kegiatan selama satu periode kepemimpinan dirinya menahkodai organisasi para ahli dan pecinta Al Qur’an.
“Secara umum kegiatan yang kita lakukan berorientasi pada pendidikan Al Qur’an, terutama untuk mengajak tertib membaca sesuai aturan kaidah yang sudah diajarkan para guru ahli Al Qur’an di pesantren,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya menghadirkan narasumber yang kompeten dan memiliki pengaruh agar santri mengikuti aturan madzhab bacaan atau madzhab qiraat. “Hari ini kita hadirkan Gus Abid untuk mendampingi atau melengkapi Dr. KH. Ahsin Sakho’ Muhammad, seorang ulama Al Qur’an dan juga akademisi, beliau adalah Rois Majlis ilmi PP JQHNU,” ungkap Gus Rifqi sapaannya.
Sebelumnya, kata Gus Rifqi, pada Sabtu (2/1/2024) kemarin, JQHNU Kota Semarang menghadirkan Juara MTQ tingkat nasional pada cabang Tilawatil Qur’an, yakni Ust. Mas’ud Shahat dan Ustz. Durrotul Muqoffa, AH juara MTQ tingkat nasional pada cabang Tahfizhul Qur’an 10 juz, 20 juz, dan 30 juz’,di gedung Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Gunungpati Kota Semarang.
“Ini sifatnya influencer kalau istilah sekarang. KN sudah sudah jelas kalau kiai atau guru ngaji di pesantren itu sudah betul, tapi santrinya yang sering belum bisa sesuai dalam praktek membaca sesuai dengan yang diajarkan. Bahkan meskipun kiainya sudah galak tetep saja masih nyantai saja dimarahi,” ucapnya.
Sebelumnya, Katib Majlis Ilmi PC JQHNU Kota Semarang Dr. KH. Abdul Rozaq, AH, MSI dalam Talk Show ‘How to Be A Winner?’ bersama Juara MTQ Nasional mengungkapkan bahwa Ulama Al Qur’an dari Kudus, KH. Muhammad Arwani Amin adalah dewan hakim (juri) Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ).
Fakta tersebut tidak banyak diketahui oleh para ahli Al Qur’an di Indonesia lantaran kiai kharismatik yang dikenal sebagai guru Al Qur’an dan banyak menghasilkan kiai ahli Al Qur’an dikenal sebagai kiai yang melarang santri mengikuti kontestasi atau perlombaan MTQ. “Ini memang ada bukti fisiknya,” katanya.
Ia melanjutkan, ada beberapa tulisan KH Arwani yang menerangkan bahwa untuk urusan penjurian selanjutnya diserahkan kepada Abuya KH Abdullah Umar Kauman Semarang.
“Jadi setelah beliau menyatakan melarang, semua permohonan dewan juri diarahkan kepada muridnya, KH Abdullah Umar Semarang,” jelasnya.
Terkait alasan adanya larangan tersebut, menurut Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang ini memaparkan dari sisi politik Pemerintah Masa Orde baru yang semakin kencang menekan Nahdlatul Ulama.
“Para kiai dan santri Mbah Arwani pada tahun 70an akhir ini sudah tahunya dilarang, sedangkan kiai produk sebelumtahun itu tidak ada wasiat dilarang. Alhamdulillah saya sudah sempat bertemu dengan beberapa kiai dan muridnya kiai yang sebelum ada larangan itu,” jelasnya.
Ia melanjutkan alasan mengikuti MTQ di masa itu, bagi KH Abdullah Umar karena menata niat untuk menyempurnakan rukun Islam. “Pasti motivasi pertama yang disampaikan oleh Abuya Abdullah Umar itu jadikanlah MTQ itu sebagai wasilah untuk bisa menyempurnakan rukun Islam karena pada waktu itu juara nasional dapat hadiah haji,” ungkapnya.
Rozaq bilang, bahwa mulanya MTQ di Indonesia dilaksanakan oleh JQHNU. Namun pada akhirnya pelaksanaan kegiatan tersebut diambil alih Pemerintah yang selanjutnya mengembangkan Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) untuk menggelar even kejuaraan tersebut. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps