Lingkar.co – Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi meminta seluruh Bupati dan Wali Kota agar memetakan wilayah mana saja yang rawan terjadi bencana. Ia mengingatkan memasuki puncak musim hujan yang diperkirakan terjadi hingga Desember,
“Seluruh daerah harus memetakan ulang titik rawan, termasuk wilayah banjir dan longsor,” tegas Ahmad Luthfi saat Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana, di Gradhika Bhakti Praja, Gubernuran, Kota Semarang, Selasa (18/11/2025).
Hadir dalam rapat perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), para kepala daerah, TNI-Polri, dan pemangku kepentingan terkait.
Dikatakan, beberapa daerah yang rawan banjir di antaranya, Kota Semarang, Kabupaten Demak, Jepara, Pekalongan, Cilacap. Adapun kawasan rawan longsor seperti Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Wonosobo, Kebumen, Karanganyar, dan Cilacap.
Gubernur juga menekankan pentingnya peran kearifan lokal dalam mitigasi.
“Kepala desa harus bisa melakukan pendekatan persuasif ketika desanya rawan bencana. Kepala desa adalah ujung tombak,” katanya.
Ia menyebut Jawa Tengah memiliki 8.566 desa dengan banyak Desa Tangguh Bencana (Destana) yang harus dievaluasi kembali.
“Semua titik rawan harus direview. Mana jalur air, mana potensi longsor, dan sa as mana lokasi yang harus diamankan,” tambahnya.
Gubernur meminta pemkab/pemkot memastikan kesiapan SDM, sarana-prasarana, dan logistik. Sistem peringatan dini juga harus dijalankan hingga ke tingkat desa.
“Sedia payung sebelum hujan. Jangan sampai warning tidak sampai ke warga, hanya karena alasan ekonomi mereka enggan mengungsi,” ujarnya.
Gubernur menginstruksikan seluruh unsur untuk memperkuat koordinasi lintas sektor. Menurutnya, tidak boleh ada ego sektoral dalam penanganan bencana.
“Anggaran on-call harus siap dan cepat digunakan. Semua harus bekerja dalam satu komando, tujuannya keselamatan masyarakat,” tegas Ahmad Luthfi.
Dijelaskan, provinsi siap memberi bantuan cepat kepada daerah yang membutuhkan. Dari BPBD Jateng menyampaikan masih terdapat anggaran Bantuan Tidak Terduga (BTT) sebanyak Rp 20 miliar.
Ahmad Luthfi menegaskan, seluruh kepala daerah wajib memimpin langsung penanganan ketika terjadi bencana di wilayahnya masing-masing.
“Jika terjadi bencana di wilayah Jawa Tengah, kepala daerah harus memimpin langsung di lapangan. Jangan menunggu instruksi provinsi,” tegas Gubernur.
Menurutnya, penanggulangan bencana tidak bisa hanya dibebankan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Semua unsur mulai dari kementerian, sampai pemerintah kabupaten/kota harus terlibat aktif.
“Penanggulangan bencana adalah urusan bersama, bukan hanya BPBD,” ujar Luthfi.
Sementara itu, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati, mengapresiasi kesigapan Gubernur Luthfi.
Menurut Raditya, rakor seperti ini tepat dilakukan sehingga pada saat bencana terjadi penanganan lebih komprehensif.
Sebagai informasi, dari jenis bencana yang terjadi di Jawa Tengah sepanjang 2025, longsor paling mendominasi dengan 2.704 kejadian, diikuti banjir, angin kencang, karhutla, kebakaran, gempa bumi, tanah gerak, serta gelombang dan kejadian lain.
Korban terdampak juga cukup besar dengan 565 jiwa meninggal, 77 hilang, 629 luka-luka, dan lebih dari 17 ribu jiwa mengungsi.
Dalam aspek penguatan masyarakat, Jawa Tengah memiliki 8.563 desa, dengan 1.715 di antaranya sudah ditetapkan sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana). (*)
