20 Persen Produksi Terasi Rebon di Pati Mengandung Bahan Berbahaya

Kepala Disdagperin Pati Hadi Santoso. Foto: Miftahus Salam/Lingkar.co
Kepala Disdagperin Pati Hadi Santoso. Foto: Miftahus Salam/Lingkar.co

Lingkar.co – Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati mengungkapkan ada sekira 15 hingga 20 persen olahan terasi rebon di Pati mengandung bahan pewarna berbahaya khususnya Rhodamin B.

Temuan ini didapat setelah Disdagperin Pati bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jawa Tengah melakukan uji sampling di beberapa Industri Kecil Menengah (IKM) terasi rebon yang ada di wilayah Juwana, Batangan, dan Dukuhseti.

“Berdasarkan uji sampel, masih ada IKM yang menggunakan bahan berbahaya. Dari hasil uji sampel terakhir, ada sekitar 15-20 persen,” kata Kepala Disdagperin Pati Hadi Santoso, kemarin.

Atas temuan tersebut, pihaknya bersama dengan BPOM Jateng berkomitken akan berusaha menekannya. Apalagi, terasi rebon menjadi salah satu produk IKM unggulan dari Kabupaten Pati yang pemasarannya sudah sampai ke pasar mancanegara.

“Sehingga, diperlukan produk yang berkualitas dan aman dikonsumsi,” kata Hadi.

Hadi menyebutkan saat ini produksi terasi rebon di Pati mencapai 300 ton dalam sebulan. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan khusus agar kualitas produk tetap terjaga di pasaran.

“Hampir sekitar 300 tim per bulan yang di ekspor. Kita berusaha agar produk unggulan ini mengangkat nama Pati,” ujarnya.

Dalam waktu, pihaknya bersama dengan BPOM Jateng dan stakeholder terkait akan memberikan pelatihan dan pembekalan terhadap pelaku IKM terasi rebon. Sehingga melalui dua kegiatan tersebut bisa memberikan kesadaran bagi para pelaku usaha untuk tidak lagi menggunakan bahan makanan berbahaya.

“Akan kami adakan pelatihan produksi terasi yang baik dan benar. Sehingga nantinya produk yang dihasilkan sesuai dengan standard BPOM,” kata Hadi.

Lebih lanjut, berdasarkan temuan dari BPOM Jateng bahwa pelaku produksi terasi rebon olahan dari Pati yang memiliki kandungan berbahaya (selain Rodamin B) atau tidak memenuhi syarat dari BPOM sebesar 33%. Artinya hanya ada sebanyak 67% produsen trasi rebon yang memenuhi syarat produksi. (*)

Penulis: Miftahus Salam