Lingkar.co – Puluhan warga di Kabupaten Grobogan terkonfirmasi mengidap penyakit epilepsi. Hal itu berdasarkan data yang disampaikan oleh Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan (Dinkes) Grobogan, Subandi.
Berdasarkan laporan dari 30 Puskesmas di Grobogan, Subandi merinci, terdapat 58 laki-laki dan 34 perempuan mengidap penyakit epilepsi.
“Sampai saat ini tercatat ada 92 warga Grobogan yang mengidap penyakit epilepsi,” katanya, kemarin.
Dia menjelaskan, epilepsi merupakan sebutan yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kejang yang terjadi berulang kali pada seseorang. Sering juga dikenal dengan nama ayan.
“Epilepsi terjadi karena adanya kerusakan atau gangguan pada otak dan kejang muncul sebagai gejalanya. Tapi bukan berarti semua orang yang mengalami kejang sudah pasti epilepsi, belum tentu,” jelasnya.
Penderita penyakit ini, katanya, harus berobat rutin. Selain itu, juga harus sering didampingi keluarga untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan jika terjadi serangan kejang.
“Serangan kejang penyakit ini pada umumnya terjadi mendadak sehingga kekambuhan tidak dapat diprediksi. Selain itu setiap orang memiliki kondisi tubuh yang berbeda, namun dengan upaya kontrol dan pengobatan rutin dapat meminimalisir kekambuhan yang terjadi,” ujarnya.
Dikatakan, epilepsi bisa sembuh melalui operasi. Namun, hal itu masih cukup sulit dan memerlukan dokter spesialis epilepsi. Selain itu SDM atau dokter spesialis epilepsi sangat minim untuk saat ini.
Subandi juga mengatakan bahwa penyakit ini bukanlah penyakit yang menular. Epilepsi terjadi saat adanya kerusakan atau gangguan sinyal pada otak.
“Sementara pemicu kekambuhan bisa jadi dari beberapa faktor, seperti pengidap baru stres, kecapean, atau sesuatu yang lain menyebabkan pikirannya capek dapat kambuh lagi,” jelasnya.
Saat ditanya terkait penderita epilepsi yang berujung depresi sehingga memutuskan untuk bunuh diri, menurutnya sangat jarang terjadi.
“Untuk kasus bunuh diri diduga karena dampak dari epilepsi baru yang kemarin di Desa Karangasem Kecamatan Wirosari. Sepengetahuan saya sebelumnya
belum pernah terjadi. Kemungkinan juga dari faktor lain seperti ekonomi ataupun masalah keluarga atau pribadi sehingga mengalami depresi ” katanya.
Dijelaskan, meskipun sangat minim kasus bunuh diri disebakan epilepsi, namun sangat memungkinkan pengidap epilepsi bisa depresi berat.
“Dengan upaya pendampingan keluarga untuk memberi semangat dan kontrol obat sangat membantu pengidap epilepsi untuk melanjutkan kehidupan,” katanya. (*)
Penulis: Miftahus Salam
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps