Lingkar.co – Aksi ribuan pertani melakukan demonstrasi terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora mewarnai Hari Tani Nasional 2023 di Jawa Tengah, Senin (25/9/2023).
Massa aksi dari organisasi Lidah Tani dengan kompak menggeruduk Pemkab Blora untuk menyampaikan beberapa point tuntutan.
Diantara tuntutan mereka adalah membatalkan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Kabupaten Blora.
Mereka juga menuntut penghapusan Program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) yang mereka nilai menghisap tenaga kaum tani,
Karena itu para petani menuntut hak pengelolaan kawasan hutan kepada rakyat, memberikan pupuk gratis bagi kaum tani, dan melaksanakan reforma agraria yang sejati.
Ketua Lidah Tani Blora, Ngudiono dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa Program RAPS (Reforma Agraria dan Perhutanan sosial) rezim Joko Widodo (Jokowi) dijalankan dengan pembaharuan skema yang penuh dengan iming-iming.
Namun pada akhirnya mengilusi kaum tani Indonesia agar terjebak masuk ke dalam skema menipu.
Tidak berhenti di situ. Bahkan, ia juga menuding pemerintahan Presiden Jokowi tega membuat konflik atau permusuhan di kalangan kaum tani asal program tersebut dapat berjalan. Skema terbaru yang ia maksud yakni Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus atau (KHDPK).
Ia juga menganggap, dasar KHDPK adalah pelaksanaan percepatan Perhutanan Sosial, yang prose sebelumnya berjalan lambat ketika ditangani oleh Perum Perhutani.
KHDPK merupakan Program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus Pada Sebagian Hutan Negara yang berada Pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Timur, Barat dan Banten.
“Program KHDPK ini didasari oleh Undang-Undang Cipta kerja dan Peraturan Pemerintah no. 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, yang diorientasikan untuk pemetaan kembali kawasan hutan di Jawa,” ujarnya.
“Kedua, tetap tersedianya lahan bagi investasi yang akan masuk ke Indonesia, terkhususnya adalah pembangunan Proyek Strategis Nasional. Hal ini semakin mengukuhkan kedudukan Negara sebagai Tuan tanah besar melalui Lembaga yang dibentuk, seperti KLHK, PERHUTANI, PTPN, TAMAN NASIONAL” lanjutnya.
Lebih lanjut, Ngudiono juga menyampaikan bahwa KHDPK di Jawa Tengah seluas 202.988 hektar, di jawa timur 502.032 hektar, Jawa Barat seluas 269,782 hektare, dan banten 59.978 hektare.
“Luasan tersebut terdiri dari hutan produksi maupun hutan lindung. Hadirnya program KHDPK ini sejatinya memperkuat posisi monopoli tanah oleh tuan tanah besar yaitu negara,” tukasnya.
“Karena dengan adanya program ini kemudian negara dapat mempercepat proses untuk merebut tanah yang selama ini dikeola oleh kaum tani,” jelasnya.
Tak hanya itu, Ngudiono melanjutkan, orientasi pembangunan dan investasi menjadi alasan negara merebut daulat tanah tersebut dari kaum tani indonesia.
Menurutnya, bentuk penjagaan ketersediaan tanah bagi investasi ini dapat kita lihat dalam pasal 125 Peraturan Pemerintah no.23 tahun 2021.
“Selain menjaga ketersediaan tanah, KHDPK ini kemudian tetap menjalankan fungsi penghisapan feodal dengan adanya bagi hasil antara KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) dan negara lewat pendapatan negara bukan pajak,” paparnya.
“Sekaligus memobilisasi kaum tani sebanyak banyaknya untuk mengerjakan dan merawat tanah milik tuan tanah,” jelasnya. (*)
Penulis: Lilik Yuliantoro
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps