Lingkar.co – Peristiwa oknum petugas Perhutani yang melarang petani hutan Blora menggarap lahan, berakhir damai. Petugas akhirnya mengaku salah dan menyampaikan permohonan maaf kepada Lastari dan para petani hutan, Minggu (9/4/2023).
Petugas tersebut bernama Harno yang menjabat sebagai Mantri wilayah Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
“Iya, saya selaku mantri meminta maaf,” kata Harno di hadapan Lastari dan para petani hutan yang berkumpul di Lemah Puteh, kawasan Desa Sidomulyo, Kecamatan Banjarejo, Blora.
Dalam kesempatan itu, Harno pun menjelaskan kronologi kejadian yang terjadi pada Sabtu (8/4/2023) kemarin.
Ia katakan, saat itu dirinya bertemu dengan Lastari di wilayah Ampo Jengking, Kemantren Klopoduwur dan melarang penggarapan lahan yang sedang dikerjakan oleh Lastari.
Ia berdalih, Lastari membersihkan lahan hutan dengan memangkas ranting pohon jati yang merupakan aset dari Perhutani.
“Kami tidak melarang (menggarap lahan), tapi ada rempelan (cabang dan ranting,-red), lha kesalahan saya, rempelan tadi saya larang untuk dirempeli, kemudian sudah dijelaskan, lha saya juga mengikuti,” ungkapnya.
Harno juga mengaku bahwa saat itu, Lastari bisa menunjukkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Daftar Indikatif Kelompok dalam Proses Perhutanan Sosial pada Kawasan Hutan Seluas 11.582 hektare.
Kendati demikian, ia membantah bahwa dirinya yang meminta petani tersebut untuk menunjukkan SK sebagai bukti hak pengolahan lahan.
“Enggak (minta ditunjukkan SK), cuman saya inginnya kalau dirempeli yang pendek-pendek saja, tapi Pak Lastari sudah menjelaskan bahwa yang dirempeli cukup tiga meter, saya sudah mengikuti,” ujarnya.
Bahkan, Harno juga menuding bahwa Lastari yang meminta dirinya untuk membuatkan surat pernyataan pelarangan menggarap lahan. Tapi karena masih hari libur, surat tersebut belum diterima oleh Lastari.
Pada kesempatan itu, Harno juga mempersilahkan Lastari untuk kembali menggarap lahan tahunan sesuai aturan yang berlaku.
“Ya mengikuti peraturan SK, baiknya gimana sekarang saya mengikuti. Ya mereka tetap bisa menggarap,” tuturnya.
Telah diwartakan sebelumnya, Lastari, petani hutan asal Desa Jepangrejo saat membersihkan lahan tiba-tiba didatangi oleh Harno yang mengaku sebagai waker dan mantri perhutani. Saat itu Harno langsung meminta Lastari menghentikan aktivitas pembersihan dan melarang menggarap lahan.
“Tiba-tiba mereka datang dan melarang kami untuk melanjutkan pekerjaan bersih-bersih,” kata Lastari.
Menurut Lastari, kejadian itu terjadi sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu dirinya sedang melakukan pembersihan lahan tahunan menggunakan mesin rumput. Tak terima oleh permintaan petugas, Lastari pun menyanggah, dan terjadilah adu argumen yang cukup lama.
“Keduanya meminta kami untuk menunjukkan SK penggunaan lahan, sehingga saya menghubungi orang yang di rumah untuk membawakan SK pengelolaan yang diberikan oleh presiden. Padahal kami menggarap lahan tahunan itu sudah 13 tahun,” akunya.
Lastari akhirmya menunjukkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Daftar Indikatif Kelompok dalam Proses Perhutanan Sosial pada Kawasan Hutan Seluas 11.582 hektare tersebut kepada Harno.
Namun, kata Lastari, kedua petugas tersebut mengaku tidak bisa menerima SK yang ditunjukkan oleh Lastari.
Ia pun mengaku bahwa kedua petugas tersebut akan membuatkan surat pernyataan pelarangan menggarap lahan tahunan. (*)
Penulis: Lilik Yuliantoto
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps