Ansor Reban Batang Berdayakan Ekonomi Kader dengan Produk Kopi

Stan kopi dari Ansor Batang ikut meramaikan area promosi UMKM pelantikan PW GP Ansor Jateng di Pondok Pesantren (Ponpes) Ash Shodiqiyah, Sawah Besar, Gayamsari Kota Semarang hari ini Ahad (2/11/2025).
Stan kopi dari Ansor Batang ikut meramaikan area promosi UMKM pelantikan PW GP Ansor Jateng di Pondok Pesantren (Ponpes) Ash Shodiqiyah, Sawah Besar, Gayamsari Kota Semarang hari ini Ahad (2/11/2025). Foto: Rifqi /Lingkar.co

Lingkar.co – Ngobrol santai sambil menikmati kopi merupakan salah satu dari kebiasaan masyarakat untuk berinteraksi dan melakukan negosiasi bisnis. Prospek bisnis kopi ini ditangkap dan dikembangkan oleh Qawimul Adib yang menjadikan perekonomian kader Ansor di Batang mengalami peningkatan yang signifikan.

Menurut Qowim, sapaan akrabnya, geliat wirausaha kopi kader Ansor mendapatkan dukungan dari stand ke stand dalam berbagai event yang digelar oleh Nahdlatul Ulama maupun Badan Otonom (Banom), termasuk stand UMKM yang digelar PW GP Ansor Jateng di area Pondok Pesantren (Ponpes) Ash Shodiqiyah, Sawah Besar, Gayamsari Kota Semarang hari ini Ahad (2/11/2025).

“Kita pikir sederhana saja, bagaimana mendapatkan peluang usaha dari kebiasaan ngopi. Jadi harus punya standar produksi sehingga kita paham citarasa yang diinginkan oleh penikmat kopi,” katanya.

Dirinya lantas mengisahkan, pandemi Covid-19 memang membuat perekonomian hancur. Namun hikmah dari itu dirinya bisa lebih bermanfaat karena mampu mengembangkan usaha kopi berbasis komunitas.

“Usaha ini secara pribadi sudah sejak tahun 2015, saya awalnya merintis di Jakarta, dan gulung tikar saat pandemi,” ungkapnya.

Ia bersama istrinya lantas memutuskan pulang kampung di Sukomangli, Reban, Batang. Hidup di kawasan lereng pegunungan, ia bergerak bersama Lembaga Ekonomi Ansor memberdayakan kader Ansor berwirausaha.

Berbeda dengan usaha yang ia rintis di Jakarta yang hanya mengandalkan keterampilan sebagai barista, ‘Tahun 2023 itu baru mulai belajar menanam, memilih dan mengolah biji kopi yang telah diroasting hingga mempersiapkan tenaga barista,” katanya.

“Kalau bukan petani muda (Ansor), kita beli kopi yang sudah merah dan belum dijemur. Otomatis petani juga untung karena tidak beli kopi secara borongan atau sistem tebas,” sambungnya.

Saat ini, kata dia, para petani muda sudah memiliki berbagai branding kemasan dengan citarasa sendiri, dan setiap merk bisa dijual dalam stand UMKM yang diadakan NU maupun banomnya, “Jadi tiap ada even tinggal menunjuk yang siap menjadi barista dengan merk mereka sendiri,” jelasnya.

Meski demikian, kata dia keberhasilan tersebut juga tidak lepas dari kemampuan menjaga komunikasi dengan pelanggan di Jakarta. Sehingga pemasaran online hanya berdasarkan pesanan via telepon di aplikasi WhatsApp.

“Kita kan tidak cari pembeli, tapi pelanggan, usaha kopi berbasis komunitas yang ada ini cukup stabil,” ujarnya.

Terkait standar olahan yang stabil, ia mengaku memilih sesuai segmen nasional karena kapasitas produksi yang belum mampu memenuhi pangsa pasar global, “Kita sekarang turunkan tidak standar internasional, karena kewalahan memenuhi kebutuhan pasar dari luar negeri,” tutupnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat