Lingkar.co – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Muhammad Amin mengungkapkan tentang kerawanan dan tren menjelang Pemilu yang mengarah pada kesenjangan atau polarisasi di tengah masyarakat.
“Polarisasi, ini bakal terjadi, ada juga politik uang, politik identitas,” katanya.
Ia memaparkan hal itu saat menjadi narasumber Peran Media dalam Penguatan Demokrasi 2024 yang digelar Badan Kesbangpol Jawa Tengah bersama Insan Pers Jawa Tengah hari ini, Kamis (9/3/202) di Cafe Ombekene, Kota Semarang Jawa Tengah
“Isu-isu terkini tentang Pemilu tertutup, keputusan PN Jakarta Pusat,”
Bawaslu Jateng juga terus menggalang peran partisipasi masyarakat sebagai relawan untuk ikut serta dalam pemantauan pemilu. Mereka sudah mengikuti sekolah kader pengawas.
Selain pengawas partisipatif, Amin juga menyebut beberapa organisasi mahasiswa yang telah ambil bagian untuk kepentingan itu.
“Ada PMII, GMNI, Netflik, itu sudah masuk ke kami sebagai pemantau,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Amin juga memaparkan sekilas indeks kerawanan Pemilu Jateng, termasuk sedang. Kendati demikian, ada beberapa kabupaten/kota yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi.
“Kota Semarang, Purworejo, Kebumen, Cilacap ini cukup tinggi,” beber Ketua Bawaslu Jateng tersebut.
Ia pun menyebutkan beberapa indikator yang menjadikan kabupaten/kota tersebut masuk dalam kategori kerawanan yang tinggi. Antara lain tingkat partisipasi pemilih
Dikonfirmasi lebih lanjut usai kegiatan, Amin mengatakan kerawanan Pemilu di Purworejo tidak lepas dari dampak Pilkada 2020.
Hal itu karena ada persoalan dari partisipasi partai politik peserta Pemilu. Ada beberapa kasus terkait kualitas, politik uang, dan sebagainya.
Menurutnya, hal itu bisa jadi masih terjadi dan mungkin juga sudah tidak terjadi.
“Jadi arahnya pada langkah antisipasi kita,” katanya.
Kasus lain di Kota Semarang. Ada beberapa kerawanan kasus karena banjir seperti di Krobokan Semarang Barat, dan kawasan pesisir Semarang Utara. Hal itu bisa mengganggu proses dan pelaksanaan Pemilu.
“Pemilu tahun 2024 nanti kan 14 Februari. Masih musim penghujan, berdampak pada apa? Logistik pengiriman barang, pembuatan TPS,” ujarnya.
Ia jelaskan, PPS kerepotan untuk mengamankan logistik pemilu. Bahkan ada yang sempat memindahkan TPS karena banjir.
“Kalau partisipasi pemilih Jawa Tengah sih sudah lumayan,” imbuhnya.
Mengacu pada beberapa Pemilu yang sudah ada, Amin menilai tingkat kerawanan politik uang di Kota Semarang terbilang tidak tinggi juga tidak rendah.
“Artinya indeks sedang itu memang betul dibandingkan propinsi lain di Indonesia,” tandasnya.
Terkait politik uang, ia menegaskan, dirinya baru dilantik pada tahun 2022 lalu. Namun, berdasar data mencatat kasus tersebut cukup tinggi di Kabupaten Blora.
Oleh karena itu, ia mendorong semua pihak untuk turut melakukan sosialisasi bahwa politik uang mengganggu kualitas dan bahkan sistem demokrasi.
“Kita harus menyerukan kepada masyarakat, bahwa money politics adalah mengganggu proses-proses demokrasi,” tegasnya.
“Jadi peran media ini juga penting untuk menyuarakan kepada masyarakat,” sambungnya.
Menjawab pertanyaan terkait kerawanan politik identitas di daerah Jawa Tengah, khususnya Solo Raya, Amin optimis peristiwa itu angkanya akan turun pada Pemilu 2024.
“Kita belajar dari 2020, 2018. Kita akan antisipasi,” ucapnya.
Terkait Sekolah Kader Pemilih, pihaknya menganggap panwas partisipatif dari proses itu cukup efektif.
Namun demikian, ia mengakui, untuk kembali menggelar hal itu tergantung pada persoalan penganggaran pemerintah.
“Itu karena 2 tahun vakum, karena anggaran, kita hanya ngikut saja,” pungkasnya..
Sementara, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah, Eny Misdayani mewakili Paulus Widiyanto memaparkan tahapan dalam Pemilu 2024.
Pihaknya menemukan warga yang tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) ketika panitia pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit)..
“Biasanya ini (tidak punya identitas) orang tua. Kita komunikasikan dengan pejabat yang berwenang,” kata Eny.
Terkait adanya putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat beberapa waktu lalu, ia menyatakan mengikuti kebijakan KPU Republik Indonesia.
“Apapun keputusan sidang terkait gugatan, kami mengikuti secara hierarkis mengikuti keputusan KPU RI,” ucapnya.
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat