BPS Jateng: Orang Miskin Perkotaan Makin Banyak

Sentot Bangun Wdoyono, M.A saat memberikan pemaparan laporan BPS Jateng tentang angka kemiskinan. ZOOM/LINGKAR.CO
Sentot Bangun Wdoyono, M.A saat memberikan pemaparan laporan BPS Jateng tentang angka kemiskinan. ZOOM/LINGKAR.CO

SEMARANG, Lingkar.co – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), merilis jumlah penduduk miskin per Maret 2021.

Adapun tolak ukur penduduk miskin mengacu pada masyarakat yang hidup di bawah angka garis kemiskinan per Maret 2021. Dengan batas pengeluaran Rp409.193 per kapita per bulan.

Angka tersebut naik jika dibandingkan dengan September 2020 yang hanya Rp398.477 per kapita per bulan.

BPS mencatat secara presentase jumlah penduduk miskin di Jateng sebesar 11,79 persen pada Maret 2021. Angka itu turun 0.05 persen dibandingkan September 2020 yang sebesar 11,84 persen.

“Secara jumlah, penduduk miskin Maret 2021 ini tercatat 4,11 juta orang, atau turun dibanding September 2020 sebanyak 4,12 juta orang. Jadi berkurang 10,2 ribu orang,” kata Kepala BPS Jateng, Sentot Bangun Widoyono, dalam rilisnya melalui kanal Youtube BPS Jateng, Kamis (15/7/2021).

PENDUDUK MISKIN KOTA BERTAMBAH, DESA BERKURANG

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2020–Maret 2021, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 17,8 ribu orang atau sebesar 10,58 persen, yang sebelumnya sebesar 10,57 persen.

Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah pedesaan turun dari 13,20 persen pada September 2020, menjadi 13,07 persen pada Maret 2021 atau berkurang sebanyak 28,0 ribu orang.

Sementara, secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2021 mencapai Rp1,70 juta per bulan. Atau turun sebesar 6,75 persen, berbanding dengan kondisi September 2020 yang sebesar Rp1,82 juta per bulan.

“Hal ini ddengan sebab perubahan rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin. Yaitu sebanyak 4,57 jiwa pada September 2020 menjadi 4,15 jiwa pada Maret 2021,” ujarnya.

Garis kemiskinan per rumah tangga merupakan gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga. Untuk memenuhi kebutuhannya selama sebulan agar tidak masuk kategori miskin.

BPS menyebut peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan meningkat, dan jauh lebih besar perbandingannya dengan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar 74,57 persen.

Selain itu, jenis pengeluaran komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan antara lain, beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, dan gula pasir.

Sementara itu, untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya mencakup perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan.

INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN NAIK

Dalam rilisnya, BPS juga mengingatkan bahwa meski pendudukan miskin turun, namun Indeks Kedalaman Kemiskinan, maupun Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami sedikit kenaikan.

“Jadi, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan,” jelas Sentot.

Selama periode September 2020 –Maret 2021, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2020 tercatat sebesar 1,835 dan naik pada Maret 2021 menjadi 1,911.

Demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan yang mengalami kenaikan dari 0,431 menjadi 0,450 selama periode yang sama.

Apabila perbandingannya dengan kondisi pada tahun sebelumnya, yaitu Maret 2020 – Maret 2021. Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami kenaikan.

Apabila kedua indeks tersebut dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan di daerah perdesaan tercatat lebih tinggi dibandingkan indeks di daerah perkotaan.

Pada Maret 2021, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk daerah perkotaan sebesar 1,684, sementara perdesaan tercatat lebih tinggi yaitu mencapai 2,154.

Sementara itu, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perkotaan sebesar 0,395 dan di daerah perdesaan mencapai
0,508.

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin dalam dari batas garis kemiskinan, dan tingkat persebarannya semakin tidak merata.

Pertumbuhan ekonomi yang sedikit membaik yaitu sebesar 1,69 persen pada triwulan I 2021, ternyata belum banyak mengangkat kesejahteraan masyarakat miskin.**

Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling