JAKARTA, Lingkar.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Probolinggo, Jawa Timur, Puput Tantriana Sari, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi jual beli jabatan kepala desa (kades).
KPK juga menetapkan suami Puput, Hasan Aminuddin sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan, Puput adalah Bupati Probolinggo dua periode (2013-2018 dan 2018-2023).
Sementara, Hasan Aminuddin adalah anggota DPR RI dari Partai NasDem selama dua periode (2014-2019 dan 2019-2024).
Alex mengatakan, Hasan Aminuddin juga mantan Bupati Probolinggo selama dua periode (2003-2008 dan 2008-2013).
“HA (Hasan Aminuddin), kemudian PTS (Puput Tantriana Sari) sebagai penerima suap,” kata Alex, dalam konferensi pers di Gedung KPK, melalui akun twitter resmi @KPK_RI, Selasa (31/8/2021) pagi.
Selain Puput dan Hasan, kata dia, ada dua tersangka penerima suap lainnya, yakni Camat Krejengan, Doddy Kurniawan dan Camat Paiton, Muhamad Ridwan.
KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang sejumlah Rp362,5 juta beserta dokumen penting lainnya.
Alex mengatakan, para penerima suap Sedangkan sebagai penerima, Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga:
Edy Sujatmiko Kembali Jabat Sekda Jepara, Bupati Cabut SK Pembebas Tugasan
18 TERSANGKA LAINNYA
Selain itu, Alex mengatakan, KPK juga menetapkan 18 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli jabatan kepala desa.
“Jadi totalnya 22 tersangka dalam perkara dimaksud, dan 18 diantaranya adalah ASN lingkup Pemkab Probolinggo,” kata Alex.
Kata Alex, 18 orang sebagai pemberi adalah Sumarto, Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI).
Kemudian, Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho’im (KO).
Selanjutnya, Ahkmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsudin (SD).
Alex mengatakan, sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PUPUT DAN HASAN DITAHAN
Saat ini, KPK baru melakukan penahanan kepada lima tersangka untuk 20 hari pertama pada beberapa rumah tahanan (rutan) yang berbeda.
Alex merinci, Puput Tantriana Sari ditahan pada Rutan KPK Gedung Merah Putih. Hasan Aminuddin di Rutan KPK Kavling C1.
Kemudian, Doddy Kurniawan ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Muhamad Ridwan ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Sumarto ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.
“Lima tersangka saat ini telah dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhitung sejak 31 Agustus 2021 sampai dengan 19 September 2021,” jelas Alex.
17 TERSANGKA BELUM DITAHAN
Sementara, 17 tersangka lainnya masih belum dilakukan penahanan. Namun, Alex mengimbau, agar kooperatif menjalani proses hukum.
Alex mengatakan, saat terjadi OTT pada Senin (30/8/20210 dini hari, KPK menangkap 10 orang, dan tidak menangkap secara keseluruhan tersangka.
Namun, dalam perkembangan kasus tersebut, tim penyidik KPK menetapkan tersangka lain. Sehingga total tersangka ada 22 orang.
“Saat melakukan OTT kita tidak menangkap secara keseluruhan 22 orang, tapi kita melakukan penangkapan terhadap orang yang menyerahkan uang,” kata Alex.
ALef menyesalkan terjadinya jual beli jabatan pada tingkat desa yang dilakukan secara massal.
“Hal ini mencederai keinginan mayarakat yang ingin memilih kades yang amanah dan mementingkan,” kata Alex.
KONSTRUKSI PERKARA
Pada kesempatan itu, alex menjelaskan konstruksi perkara kasus dugaan korupsi jual beli jabatan kepala desa (kades) yang terjadi di Probolinggo.
Dia mengatakan, diduga dengan akan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa serentak tahap II pada wilayah Kabupaten Probolinggo, yang awalnya 27 Desember 2021, namun dilakukan pengunduran jadwal pemilihan.
Sehingga, kata dia, terhitung 9 September 2021 terdapat 252 Kepala Desa dari 24 Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat.
Untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Desa tersebut, maka akan diisi oleh Penjabat Kepala Desa yang berasal dari ASN lingkupi Pemkab Probolinggo.
“Pengusulannya dilakukan melalui Camat. Dan ada persyaratan khusus,” kata Alex.
Alex mengatakan, usulan nama para Pejabat Kepala Desa harus mendapatkan persetujuan Hasan Aminuddin, dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari Puput Tantriana Sari.
“Para calon Pejabat Kepala Desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang,” kata Alex.
Adapun tarif untuk menjadi Pejabat Kepala Desa sebesar Rp20 juta, ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta/hektar.
Alex mengatakan, KPK menduga ada perintah Hasan Aminuddin memanggil para camat untuk membawa para kepala desa terpilih, dan kepala desa yang akan purnatugas.
“Hasan Aminuddin meminta agar Kepala Desa tidak datang menemuinya secara perseorangan, melainkan dikoordinasikan melalui camat,” kata Alex.
LAKUKAN PERTEMUAN
Kemudian kata Alex, pada Jumat (27/8/2021), 12 Pejabat Kepala Desa menghadiri pertemuan pada salah satu tempat di wilayah Kecamatan Krejengan, Probolinggo.
“Dalam pertemuan itu diduga telah ada kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang kepada Tantriana melalui Hasan dengan perantaraan Doddy” jelas Alex.
Pertemuan itu dihadiri oleh Ali Wafa, Mawardi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, dan Kho’im.
“Dari yang hadir ini telah disepakati untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp20 juta sehingga terkumpul sejumlah Rp240 juta,” kata Alex.
“Untuk mendapatkan jabatan selaku Pejabat Kepala Desa di wilayah Kecamatan Paiton, MR (Muhamad Ridwan) telah pula mengumpulkan sejumlah uang dari para ASN hingga berjumlah Rp112.500.000, untuk diserahkan kepada PTS (Tantriana) melalui HA (Hasan),” sambungnya.*
Penulis : ANTARA | M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling