Kabar Politik Terkini dan Terpercaya Indonesia

Darurat Kekerasan Seksual, Desak Pemerintah Sahkan RUU-PKS

DESAK: Aliansi Mahasiswa Kudus saat menggelar Panggung Mahasiswa dan Aksi Solidaritas yang diselenggarakan di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus, Senin (3/5), salah satunya mendesak pemerintah mensahkan RUU PKS. (ADITIA ARDIAN/LINGKAR.CO)
DESAK: Aliansi Mahasiswa Kudus saat menggelar Panggung Mahasiswa dan Aksi Solidaritas yang diselenggarakan di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus, Senin (3/5), salah satunya mendesak pemerintah mensahkan RUU PKS. (ADITIA ARDIAN/LINGKAR.CO)

KUDUS, Lingkar.co – Aliansi Mahasiswa Kudus dalam Panggung Mahasiswa dan Aksi Solidaritas yang diselenggarakan di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus, mendesak pemerintah mensahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), Senin (3/5).

Desakan para mahasiswa tersebut didasari oleh maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik yang terjadi di wilayah Kabupaten Kudus,

Koordinator Umum Aksi, Ahmad Dakhilur Royan mengatakan, pihaknya mendapat laporan bahwa di salah satu universitas di Kudus, terdapat kejadian kekerasan seksual.

Baca juga:
Jelang Mudik Lebaran, Pemkab Jepara Siapkan 6.000 Tes Swab Antigen

Menurutnya, kasus kekerasan seksual memang ada yang diketahui secara umum dan juga tidak diketahui secara umum.

“Kami mendapat laporan, kalau beberapa bulan terakhir ada kekerasan seksual di kampus, pelakunya pun beragam mulai dari pegawai kampus hingga mahasiswa sendiri,” ujar Royan.

Royan menjelaskan, akibat maraknya kekerasan seksual di lingkungan akademik, pihaknya bersama kawan-kawan mahasiswa melakukan kajian.

Baca juga:
Antisipasi Pemudik Nekat, Pemkab Kudus Siapkan Tes Rapid Antigen

Hasil dari kajian itu, kata Royan, menekankan juga pada instansi kampus tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan kekerasan seksual.

“Selama ini ketika ada kasus kekerasan seksual di kampus, hanya selesai pada koordinasi dan kekeluargaan, tapi tidak ada SOP yang mengatur lebih lanjut soal itu,” jelasnya.

Banyak Kasus Kekerasan Seksual yang Tidak Terpublikasi

Pihaknya mengungkapkan, kasus kekerasan seksual di kampus pun banyak yang tidak terpublikasi sehingga mengakibatkan kurangnya kesadaran akan hal itu.

Baca juga:
Pastikan Ketersediaan Gula Jelang Lebaran Tercukupi

Selain itu, korban kekerasan seksual pun banyak yang tidak berani melaporkan tindakan yang menimpa mereka.

“Banyak yang mungkin tidak melaporkan kasusnya, karena takut dianggap aib atau karena dalih nama baik kampus, sehingga pihak kampus juga turut menutupi kasus-kasus kekerasan seksual tersebut,” ungkapnya.

Untuk diketahui, menurut data Komnas Perempuan, di tahun 2019 ada 43.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Data LRC-KJHAM selama tahun 2018-2020 menyebutkan pada tahun 2018 terdapat 173 kasus, 2019 ada 133 kasus, 2020 ada 150 kasus.

Baca juga:
Keraton Ratu Boko Tawarkan Paket Piknik Eksklusif

Sementara di wilayah Jawa Tengah, terdapat 74 kasus di tahun 2017, 84 kasus di tahun 2019, dan 96 kasus di tahun 2020.

Royan menambahkan, salah satu faktor utama maraknya kasus kekerasan seksual diakibatkan tidak adanya payung hukum yang mampu mengatasi persoalan tersebut.

“Maka, kami mendesak dan menyerukan agar pemerintah segera mengesahkan RUU-PKS,” tandasnya. (dit/luh)