JAKARTA, Lingkar.co – Penagih utang (debt collector) yang menarik kendaraan secara paksa dari pemilik yang sah adalah perbuatan pidana. Hal itu di tegaskan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus.
Penagih utang tersebut dapat tersangka melakukan perbuatan tidak menyenangkan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 ayat 1 dengan pasal berlapis Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 jo Pasal 53 KUHP).
“Ancaman hukumnya sembilan tahun penjara,” kata Yusri saat konferensi pers di Markas Polres Jakarta Utara, Senin.
Ia mencontohkan 11 debt collector yang viral di media sosial beberapa waktu lalu juga ditahan di sel Polres Metro Jakarta Utara. Polisi menetapkan mereka menjadi tersangka usai melakukan penarikan kendaraan secara paksa dari pemilik kendaraan yang sah.
Yusri mengatakan mereka adalah pelaku video viral dengan narasi debt collector mengerubuti mobil yang dikendarai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sersan Dua Nurhadi di depan Tol Koja Barat pada Kamis (6/5) sekitar pukul 15.00 WIB.
“11 orang dan perannya masing-masing yang sekarang sudah tetapkan sebagai tersangka dan melakukan penahanan,” kata Yusri.
Bantuan Penarikan Mobil Oleh Rekan Debt Collector
Adapun sebagai pemimpin dalam kelompok debt collector yang viral tersebut adalah HEL (28).
HEL memberitahukan kepada rekan-rekannya di antaranya DS (35), HHL (27), HRL (25), GL (37), JFT (21), GYT (25), dan Y A.K (22). Untuk membantu proses penarikan mobil jenis Honda Mobilio nomor registrasi B 2638 BZK warna putih di Kelurahan Semper Timur, Koja, Jakarta Utara.
Pembiayaan mobil tersebut telah menunggak selama delapan bulan usai pembelian secara kredit di ajukan pemilik mobil. Kepada perusahaan pembiayaan berinisial PT CF. PT CF kemudian memberi surat kuasa kepada perusahaan berinisial PT ACK untuk menarik lagi mobil tersebut.
Yusri menyebut ke-11 orang tersebut sebagai preman. Karena melakukan penarikan kendaraan yang menunggak cicilan tanpa bekali Sertifikasi Profesi sebagai Penagih Pembiayaan (SPPP)
“Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum. Ingat, ini negara hukum,” tegas Yusri.
“Walaupun surat kuasa ada tapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi itu ilegal,” tandasnya.(ara/lut)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps