Delapan Parpol Menolak, Hanya PDIP yang Dukung Sistem Pemilu Tertutup, Apa Alasannya?

JAKARTA, Lingkar.co – PDIP mendukung sistem pemilu proposional tertutup, sedangkan delapan partai politik (Parpol) dalam parlemen dengan tegas menolak sistem pemilu proporsional tertutup, Minggu (8/1/2023).

Kedelapan parpol yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Golkar, PKB, PAN, Demokrat, PKS, Gerindra, NasDem, dan PPP.

Artinya, dari sembilan parpol di parlemen, hanya PDIP yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup. Apa alasannya?

Menurut Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, biaya pemilu akan lebih hemat dengan sistem proporsional tertutup.

Sementara sistem pemilu proporsional terbuka yang telah berlaku pada 2009, 2014 dan 2019, sangat besar ongkos politiknya.

Lebih lanjut Hasto menerangkan, untuk seorang calon legislatif (Caleg), sistem pemilu proporsional terbuka bisa menghabiskan modal kampanye sangat besar.

Png-20230831-120408-0000

Bahkan, biaya seorang caleg, bisa menghabiskan paling tidak Rp5 miliar hingga Rp100 miliar untuk menjadi anggota dewan.

“Minimum paling tidak Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp100 miliar,” kata Hasto, Minggu, 8 Januari 2023.

Sehingga kata Hasto, ada kecenderungan para pengusaha mendominasi struktur anggota dewan.

“Dengan proporsional terbuka, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup,” kata Hasto.

“Maka PDI Perjuangan menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi,” lanjutnya.

Kendati demikian, Hasto mengatakan, partainya menyerahkan judicial review sistem proporsional tertutup kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

“Masalah nanti apapun yang diputuskan MK, kami sekali lagi PDI Perjuangan bukan pihak yang punya legal standing melakukan Judicial Review,” ucap Hasto.

Sebagaimana diketahui, saat ini muncul wacana mengembalikan sistem proporsional tertutup untuk Pemilihan Legislatif (Pileg).

Gugatan UU Pemilu

Ada pihak yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait sistem proporsional terbuka, kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.

Adapun penggugat adalah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. (Foto: Dokumentasi PDIP)

Delapan Parpol Menolak

Berbeda dengan PDI Perjuangan, sebanyak delapan partai politik (Parpol) di parlemen, menolak sistem pemilu proporsional tertutup.

Penolakan sistem pemilu tertutup, merupakan hasil pertemuan delapan petinggi parpol, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu, 8 Januari 2023.

Kecuali PDIP, ini daftar petinggi delapan parpol yang hadir, yakni Ketum Golkar, Airlangga Hartarto, Ketum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono.

Lalu, Ketum PAN, Zulkifli Hasan, Ketum PKB, Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu. Hadir pula, Waketum NasDem, Ahmad Ali, dan Waketum PPP Amir Uskara.

Sementara, perwakilan Gerindra, izin tak hadir. Namun, menyampaikan sepakat dengan ketujuh parpol lain.

Pertemuan para petinggi parpol tersebut, menghasilkan lima poin pernyataan sikap terkait wacana sistem pemilu proporsional tertutup.

Ketua umum (Ketum) Golkar, Airlangga Hartarto mengungkapkan hal itu saat jumpa pers, usai pertemuan, Minggu, 8 Januari 2023.

Awalnya, dia mengatakan pertemuan petinggi delapan parpol sebagai bentuk respons terhadap wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup.

“Para petinggi delapan parpol sengaja bertemu hari ini, merespon wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup,” ucap Airlangga.

Pernyataan Sikap

Lebih jauh Arilangga mengungkapkan lima poin pernyataan sikap terkait wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup. Antara lain:

Pertama, menolak penerapan sistem pemilu proporsional tertutup. Pihaknya berargumen memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah berjalan sejak era reformasi.

Oleh sebab itu, Airlangga menegaskan, delapan parpol sepakat bahwa sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi.

“Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita,” tukasnya.

Kedua, sistem pemilu proporsional harus tetap berjalan dengan sistem terbuka karena perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat.

“Rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik,” ucap Airlangga.

Selain itu, sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat, dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tertanggal 23 Desember 2008.

Bahkan, sistem pemilu proporsional terbuka, telah dijalankan dalam tiga kali pemilu. Artinya, sistem proporsional terbuka yang saat ini telah diterapkan merupakan wujud demokrasi terbaik untuk Indonesia.

Ketiga, Kedelapan parpol tersebut, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap menjalankan tugasnya. Hal itu sesuai dengan UU Pemilu yang berlaku saat ini, dan KPU harus terus menjaga independensinya.

Pada poin keempat, delapan parpol mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024.

Terutama kepada KPU, pihaknya meminta agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 sesuai aturan yang berlaku.

Kelima, kedelapan parpol sepakat berkompetisi secara sehat dan damai dalam pemilu 2024.

Hal itu, kata Airlangga, demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan dan ekonomi. (*)

Penulis: M. Rain Daling
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *