Gandeng KPK, LKPP Kuatkan Sistem Pengadaan Secara Elektronik

LKPP RI dan KPK berpose tolak korupsi seusai audiensi di kantor KPK (dokumentasi)

JAKARTA, Lingkar.co – Upaya pencegahan korupsi memerlukan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Terlebih pada sektor pengadaan barang/jasa yang merupakan salah satu titik paling rentan terjadinya tindak korupsi.

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi fokus bagi Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) RI Hendrar Prihadi.

Ia dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri menyampaikan kesepahaman antar keduanya saat audiensi LKPP dengan KPK Rabu (4/1/2023) di Kantor KPK.

Kepala LKPP menyampaikan beberapa titik rawan terjadinya korupsi pada pengadaan barang jasa (PBJ).

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022. Ada beberapa target Presiden.

Hendi, sapaan akrnya menyebut, Presiden berharap LKPP dapat menyusun regulasi yang transparan.

Dengan demikian dapat menekan potensi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.

Juga meningkatkan transaksi belanja produk dalam negeri dan produk UMK Koperasi,

“Pak Presiden mengharapkan UMKM dapat terlibat penuh dalam PBJP, minimal 40% yang ditargetkan dapat terlibat,” urainya.

“Namun saat ini realisasinya sampai akhir 2022 masih 34,5% yang terlibat” ungkapnya.

Lebih jauh Hendi menerangkan, dari potensi transaksi belanja yang tercatat di RUP tahun 2022 diharapkan 400 Triliun adalah belanja PDN.

“Hasil evaluasi LKPP di akhir tahun 2022 mencatat dari 410 Triliun ada 78% yang merupakan PDN. Peningkatan yang terhitung spektakuler adalah pada produk tayang di Katalog Elektronik,” bebernya.

“Yang tercatat mencapai 2,4 juta produk di akhir tahun 2022 setelah sebelumnya hanya terdapat sekitar 52.000 produk di awal tahun 2022,” terangnya.

Lanjutnya, angka tersebut akan ia targetkan naik menjadi 5 juta produk sampai akhir tahun 2023 dengan rencana menambahkan beberapa pekerjaan konstruksi dalam Katalog Elektronik.

Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah terkait integrasi data sejak perencanaan sampai dengan serah terima pekerjaan.

LKPP RI dan KPK berpose tolak korupsi seusai audiensi di kantor KPK (dokumentasi)

Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta mengatakan, bahwa selama ini LKPP sudah berusaha membangun sistem yang berfungsi bak pipa.

Namun ia menyayangkan karena belum banyak data yang bisa ‘mengalir’.

Setya melanjutkan, masih banyak transaksi yang terjadi di luar sistem sehingga memicu masih banyak terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK di lapangan.

Ia menyebut hal itu karena terjadi di luar sistem, transaksi-transaksi tersebut tidak dapat dimonitor.

Maka dari itu, pihaknya akan mengupayakan semua tercatat dalam sistem.

Dukungan KPK

Sejalan dengan hal itu, LKPP memerlukan dukungan dari KPK dan Kementerian/Lembaga terkait untuk mendorong komunikasi dengan K/L/PD agar lebih kooperatif dalam mencatatkan transaksi belanja dalam sistem yang sudah tersedia.

Ketua KPK, Firli Bahuri menyambut baik hal itu. Ia bahkan juga telah mengusulkan adanya sistem pengadaan nasional kepada Presiden.

“Saya sudah pernah menyampaikan ide untuk menekan angka korupsi dalam pengadaan barang/jasa melalui sistem pengadaan yang dapat mengintegrasikan mulai dari proses terima anggaran sampai berita acara serah terima pekerjaan,” ujarnya.

Integrasi sistem ini tentu akan membutuhkan kerjasama tidak hanya dari LKPP dan KPK namun juga akan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri. (*)

Penulis: Oman Abdurrohman
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat