Impor Beras jadi Alternatif, Petani Diversifikasi

AKADEMISI: Yoyok Budi Pramono, dosen Teknik Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. (ISTIMEWA/LINGKAR.CO)
AKADEMISI: Yoyok Budi Pramono, dosen Teknik Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. (ISTIMEWA/LINGKAR.CO)

SEMARANG, Lingkar.co – Wacana kebijakan impor beras oleh Kementrian Perdagangan, yakini bisa bantu petani disversifikasi hasil tanaman milik mereka.

Yoyok Budi Pramono, dosen Teknik Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro mengungkapkan kebijakan tersebut bisa menjadi stimulan kepada para petani.

Untuk mereka mampu mencari alternatif tanamana selain padi yang memungkinkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

“Adanya kebijakan tersebut juga bisa untuk menstabilkan harga beras yang ada saat ini, yang harganya sedang naik turun,” ujarnya.

Baca juga:
Rizky Febian Laporkan Teddy soal Penggelapan Aset

Namun karena sekarang cuaca ekstrem, petani jadi sulit menduga. Kalau melihat kondisi tersebut, ada potensi naik turunnya harga sangat tinggi.

“Jadi pemerintah mengambil langkah import ini, untuk menjaga kestabilan harga”, ungkap Yoyok.

Yoyok mengatakan petani harus memaksimalkan kesempatan diversifikasi tersebut, ia menyebut pemerintah harus menyediakan dengan pelatihan-pelatihan.

Impor Beras Untuk Kestabilan Harga Domestik

“Saya melihat ada pemantik yang menjadikan stimulan pemerintah untuk petani lebih kreatif menanam tanaman selain padi”, imbuhnya.

Meskipun terdapat hal positif dari kebijakan tersebut, namun Yoyok berharap dalam menerapkan kebijakan harus berbasis data, bukan dari pertimbangan lainnya.

Jika data menyembutkan harus melakukan impor, hal tersebut bukan suatu hal yang buruk untuk sebuah kebijakan.

Akan tetapi jika berdasarkan data persediaan beras masih mencukupi, maka tidak perlu untuk impor.

Baca juga:
Pemerintah Resmi Larang Mudik Lebaran 2021

Sementara untuk ketersediaan padi di wilayah Jawa Tengah, Yoyok mengungkapkan justru mengalami surplus.

Mengingat Jawa Tengah dikenal sebagai lumbung pangan nasional karena memiliki beberapa kota yang menjadi sentra padi.

“Kalau padi, kita kan terkenal sebagai lumbung pangan nasional. Kita tau Klaten menjadi sentra dengan berbagai variasi produk. Pesisir selatan di Purworejo itu juga sentranya,” ungkapnya.

Lanjutnya, “Kemudian juga Purwodadi juga sentranya. Kita malah lebih surplus artinya untuk ekspor ke luar Jawa Tengah. Artinya sangat mendukung”, pungkasnya. (nda/luh)