Indonesia Darurat Kebocoran Data Pribadi

ILUSTRASI- Kebocoran data pribadi di internet. FOTO: Shutterstock/Lingkar.co
ILUSTRASI- Kebocoran data pribadi di internet. FOTO: Shutterstock/Lingkar.co

JAKARTA, Lingkar.co – Perlindungan data pribadi menjadi isu krusial saat ini, menyusul dugaan kebocoran data pribadi yang terus terjadi di Indonesia.

Dalam catatan redaksi, ada beberapa kasus dugaan kebocoran data pribadi masyarakat Indonesia, antara lain dugaan kebocoran jutaan data pribadi BPJS.

Kemudian, kebocoran data pada beberapa e-commerce. Dugaan kebocoran data pribadi juga terjadi terhadap 2 juta nasabah BRI Life yang perjualbelikan secara ilegal.

Selanjutnya, yang terbaru, dugaan kebocoran data pribadi 1,3 juta pengguna Aplikasi electronic-Health Alert Card (e-HAC) milik Kemenkes.

“Kalau boleh saya katakan, yang terjadi di Indonesia saat ini krisis perlindungan data pribadi. Bahwa penyimpanan data cukup lemah di Indonesia,” ungkap Anggota Komisi I DPR, Muhammad Iqbal, Selasa (31/8/2021).

Dalam Forum Legislasi bertajuk “Nasib RUU Pelindungan Data Pribadi” di Media Center DPR RI, Jakarta. Iqbal mengatakan, masyarakat menginginkan data pribadinya terlindungi, aman dan tidak perjualbelikan.

Png-20230831-120408-0000

Iqbal mencontohkan, pada 2020, terjadi sejumlah kasus kebocoran dari berbagai instansi swasta maupun pemerintah.

“Misalnya, terjadi kebocoran 230.000 data pasien Covid-19. Kemudian, terjadi kebocoran 91 juta data akun Tokopedia, lanjut kebocoran 13 juta akun Bukalapak dan masih banyak lagi,” ungkapnya.

KEBOCORAN DATA NASABAH BRI

Kemudian, pada 2021, kata Iqbal, baru-baru ini terjadi kebocoran data 2 juta data nasabah BRI Life beserta dokumen penting yang menduga memperjualbelikan.

“Belum lagi data BPJS,” ungkap politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) itu.

Iqbal mengakui, apa yang terjadi di Indonesia saat ini adalah krisis perlindungan data pribadi, bahkan penyimpanan data di Indonesia cukup lemah.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan, mengatakan Indonesia sudah dalam kondisi darurat kebocoran data pribadi.

Hal itu, kata dia, terbukti dari kasus kebocoran data pribadi meningkat secara kuantitas

“Awalnya kebocoran dari pihak swasta, Bukalapak, Tokopedia, tetapi kemudian data BRI Life yang bocor juga BPJS, apalagi berita Kemenkes yang juga soal kebocoran e-HAC,” kata Farhan.

Baca Juga:
Pandemi Tak Dijadikan Alasan Bagi Siswa SD Birul Walidain Torehkan Prestasi

PERBAIKAN SISTEM PERLINDUNGAN DATA

Mencermati begitu daruratnya kondisi pelindungan data di Indonesia, Iqbal dan Farhan, sepakat mendesak pemerintah segera memperbaiki sistem perlindungan data pribadi.

Pertama, kata Iqbal, mendorong agar setiap instansi yang memegang data pribadi melatih serta meningkatkan kapasitas SDM-nya dalam melakukan input dan penyimpanan data.

“Kalau SDM tidak mumpuni, maka gampang data itu di bobol,” kata Politisi PPP itu.

Kedua, alat pendukung dan alat penyimpanannya harus sesuai dengan modernisasi teknologi saat ini.

“Jika skill-nya bagus, tidak didukung alat, ya sama saja. Hacker itu bukan hanya skill-nya tetapi di dukung alat yang mumpuni. Jadi dua hal ini yang harus lakukan,” ucap Iqbal.

Selain itu, lanjut dia, kedepan perlu ada koordinasi terpadu antara Kominfo dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Cyber Crime Polri.

Ia yakin, Polri dan BSSN dengan alat yang canggih didukung SDM yang mumpuni, serta Kominfo sebagai leading sector maka perlindungan data bisa diwujudkan.

Selain itu, kata Iqbal, yang terpenting adalah payung hukumnya. Meski saat ini ada Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20 tahun 2016 tentang Pelindungan Data Pribadi

“Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang tengah dibahas DPR dan pemerintah penting untuk segera disahkan,” tegasnya.

Sayangnya, ujar Iqbal, saat ini masih ada perbedaan tanggapan mengenai pembentukan otoritas pengawas data pribadi.

Seluruh Fraksi pada Komisi I DPR, menginginkan agar lembaga pengawas perlindungan data pribadi bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tapi, pemerintah menginginkan berada dalam naungan Kominfo.

“Ada perbedaan pandangan dalam pembahasan RUU PDP ini, tetapi saya yakin, masa sidang ini, kita sama-sama berharap perbedaan pandangan itu bisa kita satukan, kemudian RUU ini bisa menjadi UU,” tandas Iqbal.

BENTUK BADAN OTORITAS PENGAWAS

Sementara, Farhan mengatakan, yang paling realistis adalah usulan Kominfo terkait badan otoritas pengawas data pribadi.

Sebab, jika memaksakan lembaga independen sejak awal, maka akan butuh tiga hingga lima tahun agar lembaga tersebut mulai bekerja dengan efektif.

“Bahwa, nanti dalam perkembangan berikutnya kita lakukan evaluasi lembaga ini makin lama makin besar, sehingga nanti bisa menyaingi keberadaan Kominfo, ya boleh dipecah, persis seperti BI dan OJK,” kata Farhan.

“Jadi yang saya tawarkan adalah sebuah narasi tentang pragmatisme dan idealisme, keduanya bagus. Kita harus memilih dengan konsekuensinya masing-masing,” kata Politisi dari Fraksi NasDem itu.

Farhan mengatakan, jika otoritas pelindungan data pribadi harus ada induknya, maka perlu lembaga yang punya otoritas kuat.

“Harus ada otoritas perlindungan data pribadi, seperti OJK mengawasid engan ketat seluruh kegiatan pada sektor jasa keuangan,” ucapnya.

Hal itu penting, karena menurutnya, perlindungan data pribadi tidak cukup dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Bisa juga lembaga atau protection officer ini juga dalam posisi di level sebuah perusahaan atau lembaga. Kalau di perbankan bisa kita samakan dengan direktur compliance dan mitigasi risiko,” ucapnya.

Meski menargetkan RUU PDP akan disahkan dalam tahun ini, namun soal keberadaan lembaga independen pelindungan data masih dalam perdebatan.

“Artinya, kalau kita semua sepakat mau membangun sebuah lembaga independen di bawah Presiden untuk pelindungan data, maka kita akan menuntut Presiden dan Menteri Keuangan,” ucapnya.

“Tentunya, memberikan komitmen yang kuat untuk pelindungan data pribadi, minimal sekuat KPK secara politik dan minimal seperti OJk secara anggaran,” sambungnya.*

Penulis : M. Rain Daling

Editor : M. Rain Daling.

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *