Lingkar.co – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Edy Wuryanto, dorong pelaku penganiayaan terhadap dokter di Puskesmas Pajar Bulan, Lampung Barat dihukum.
Pihaknya berharap, Kementerian Kesehatan (KemenKes) dan Pemerintah Daerah (Pemda) Harus Menjamin Keselamatan Nakes di Daerah.
“Saya prihatin atas kejadian yang menimpa dokter internship di Puskesmas Pajar Bulan yang dianiaya dua orang seperti video yang beredar di media sosial,” ucap Edy saat dikonfirmasi kembali Lingkar.co melalui WhatsApp, pada Rabu (26/04/2023) siang.
Tentunya langkah ketegasan yang diambil Edy Wuryanto ini bukan tanpa sebab.
Karena didalam Vidio yang viral dimedia sosial tersebut memperlihatkan seorang dokter yang bekerja di salah satu Puskesmas Pajar Bulan, Lampung dianiaya oleh keluarga pasien.
Alasan pengeroyokan yang dilakukan dua orang laki-laki itu karena pasien tidak segera sembuh setelah diberikan obat.
Bahkan, menurutnya ini bukan kali pertama ada penganiayaan terhadap tenaga medis di daerah. Untuk itu pihaknya meminta pelaku diproses secara hukum.
“Penganiayaan dalam motif apapun tidak dibenarkan. Dalam kasus ini, proses hukum harus terus dilanjutkan,” katanya.
“Saya, mendorong dalam proses tersebut pihak Kepolisian mengedepankan restorative justice yaitu suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak,” imbuhnya.
Dirinya, meminta adanya perlindungan hukum bagi dokter dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di daerah.

Sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang akan atau sedang menjalankan kewajibannya.
“Kemenkes dan Pemda harus memberi perlindungan dan keselamatan kepada semua nakes yang bertugas. Terutama di daerah terpencil, perbatasan, pedalaman, atau kepulauan,” ungkapnya.
Ia, juga menegaskan kembali bahwa jika perlu, tidak hanya dilindungi, tapi pemerintah pusat dan daerah harus menangkal kejadian yang membahayakan tenaga kesehatan yang bertugas.
“Kejadian di Puskesmas Panjar Bulan bukan yang pertama yang dialami oleh tenaga kesehatan yang mengabdi. Seperti contoh pada kasus sebelumnya yang menimpa dr Mawarti Susanti yang berpraktik di Nabire, Papua. Jika masalah seperti ini terus terjadi preseden buruk bagi penempatan dokter untuk pemerataan akses layanan kesehatan,” katanya.
Bahkan, Ia mengusulkan adanya kehadiran satpam di setiap fasilitas kesehatan. Sebab dengan adanya pengamanan ini tentunya dapat mengantisipasi kejadian buruk di ruang perawatan.
“Hal ini didasari ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan tenaga Kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya,” ujarnya.
Selain itu, Edy juga mengingatkan bahwa setiap tenaga kesehatan harus memiliki ketrampilan komunikasi.
Jangan sampai penjelasan kepada pasien dan keluarganya membuat pesan yang disampaikan tidak sampai.
“Penting bagi semua tenaga kesehatan menjaga komunikasi yang asertif dan terapeutik kepada setiap pasien,” jelasnya.
Menurutnya, kejadian di Lampung Barat ini bisa terjadi karena buruknya komunikasi tenaga kesehatan dengan keluarga pasien.
“Ingat! Meski dokter tidak menyembuhkan, tetapi setiap persoalan kesehatan pasien harus disampaikan kepada pasien secara bermartabat,” tegasnya.
Edy, pun juga menyoroti kurangnya kemampuan komunikasi antara dokter dengan pasien menjadi penyebab banyaknya pengaduan dugaan pelanggaran disiplin atau yang biasa masyarakat sebut dengan malpraktik.
Hal Ini karena masyarakat yang berharap kepada dokter untuk kembali menyehatkannya.
“Lembaga pendidikan kedokteran maupun organisasi profesi sebaiknya membekali kemampuan komunikasi pada calon dokter maupun yang sudah praktik,” terangnya.
Terakhir, dirinya pun mengingatkan pola komunikasi yang baik ini sejalan dengan Pasal 8 UU 36/2009 tentang Kesehatan yang menyatakan setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya, termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun akan diterimanya.
Penulis : Lilik Yuliantoro
Editor : Kharen Puja Risma