Lantik Idraroh Aliyah JATMAN, Ini Pesan Rais Aam PBNU

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat melantik pengurus Idraroh Aliyah JATMAN di Ponpes An-Nawai Berjan, Purworejo, Jawa Tengah. Foto: dokumentasi
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat melantik pengurus Idraroh Aliyah JATMAN di Ponpes An-Nawai Berjan, Purworejo, Jawa Tengah. Foto: dokumentasi

Lingkar.co – Rais ‘Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, secara langsung melantik pimpinan pusat Idarah Aliyah Jam’iyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) masa khidmah 2025-2030 di Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo, Jawa Tengah, Senin (7/7/2025).

Pengesahan formal dilakukan melalui pembacaan Surat Keputusan PBNU Nomor: 3504 / PB.01 / A.II.01.33 / 99 /01 / 2025 oleh Ketua PBNU, KH Ahmad Fahrur Rozi.

Dalam kesempatan itu, Kiai Miftah berpesan bahwa keberadaan JATMAN tidak bisa dipisahkan dari sejarah dan dinamika perjuangan Nahdlatul Ulama. JATMAN bukan hanya organisasi tarekat, lebih dari itu juga wadah menjaga kedalaman spiritual Islam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari amaliah Islam yang berpaham Aswaja an-Nahdliyah.

Ia lantas mengingatkan kembali sejarah awal berdirinya organisasi thariqah di lingkungan NU. Ia menyebut, JATMAN awalnya bernama TNU, singkatan dari Thariqah Nahdlatul Ulama, yang didirikan sekitar tahun 1957. Nama itu sempat membuat orang keliru mengira ada kaitan dengan TNI, karena bunyinya hampir serupa.

“Kalau tidak salah tadi Mudir ‘Ali menyebut ada yang mengira JATMAN dulu itu ada kaitannya dengan TNI. Padahal benar, dulu namanya TNU—Thariqah Nahdlatul Ulama. Baru menjelang muktamar pertamanya di Semarang, tahun 1959, namanya berubah menjadi Jam’iyyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah (JATM). Lalu, belakangan ditambah ‘an-Nahdliyyah’,” jelasnya.

Memang ajaran tarekat itu jauh lebih tua, lahir bersamaan dengan Islam bahkan bagian dari Islam itu sendiri. Tapi secara jam’iyyah, JATMAN baru lahir tahun 1957. Maka, tentu usianya lebih muda dari Nahdlatul Ulama yang berdiri tahun 1926, ujarn pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya ini.

Kiai Miftach menegaskan bahwa para ulama pendiri NU seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari juga menjalankan Tarekat. Ia bahkan menerima baiat dan talqin dari Syekh Abdul Manan.

“Saya sangat berharap, seluruh pengurus NU itu berthariqah. Bahkan kalau bisa semua warga NU, bukan hanya pengurus, juga bertarekat,” harapnya.

Namun demikian, ia mengingatkan agar keterlibatan dalam Tarekat tidak mengganggu roda organisasi. Harus ada pembagian peran yang jelas agar NU tetap berjalan baik, baik secara struktural maupun kultural.

Lebih jauh, ia menyebut NU sebagai miniatur Islam yang utuh, bukan hanya dari aspek akidah, tetapi juga mencakup syariat dan tasawuf. NU menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), sebuah paham akidah yang moderat dan menjaga keseimbangan antara dimensi lahir dan batin.

“NU itu mengikuti apa yang diperintahkan Islam dan meninggalkan apa yang dilarang Islam. Jadi kita tidak membuat pembandingan. Tugas-tugas ini hanya bisa dijalankan dengan struktur yang rapi, dan tentu spiritualitas yang kokoh,” tegasnya.

Kepada para pengurus JATMAN yang dilantik, Kiai Miftach mengapresiasi karena mereka adalah kiai-kiai yang seimbang antara syariat dan hakikat. Mereka adalah sosok yang menjalani tafaqquh fi al-din (pendalaman syariat) dan tasawuf (pendalaman batin/spiritual).

Menukil pandangan Imam al-Ghazali, ia menjelaskan betapa dalam dan agungnya ilmu tasawuf. “Imam Ghazali menyatakan, beliau pernah menyelami lautan fikih dan berhasil sampai pantainya. Beliau juga menyelami lautan filsafat dan tauhid, dan selamat. Tapi ketika menyelami tasawuf, beliau justru ‘tenggelam’. Ini menggambarkan betapa dalamnya ilmu tasawuf,” urainya.

Oleh karena itu, ia mengajak agar JATMAN tidak diremehkan. Sebab, substansi yang diajarkannya bukan sekadar amalan lahir, melainkan pendidikan rohani dan pembersihan hati yang sangat penting dalam membentuk pribadi yang “benar” dan bukan sekadar “pintar”.

“JATMAN mendidik hati dan spiritual. Maka akan lahir orang-orang yang tidak hanya pintar, tapi juga bener. Dan itu yang kita butuhkan dalam kehidupan beragama dan berbangsa,” pungkasnya.

Berikut susunan pengurus JATMAN:

MUSTAFADL
Rais : KH. Dzikron Abdullah
Katib : KH. Zuhrul Anam Hisyam
Anggota : KH. Muhammad Anwar Iskandar
Anggota : KH. Masyhuri Malik
Anggota : TGH Muhammad Turmudzi Badarudin
Anggota : KH. Abuya Muhtadi Dimyati
Anggota : KH. M Ulin Nuha Arwani
Anggota : KH. Agus Aly Qoishor
Anggota : KH. Muhammad Munif Zuhri
Anggota : KH. Sholahuddin Al-Ayyubi
Anggota : KH. Tamim Romli
Anggota : Prof. Dr. KH. Abdul Hadi
Anggota : KH. Umar Muthohhar
Anggota : KH. Fathul Huda
Anggota : KH. Moh Yahya Mu’idi
Anggota : Abuya H. Mawardi Waly Al-Khalidy
Anggota : KH. Moh Sholeh Bahrudin
Anggota : KH. Ahmad Abdul Haq
Anggota : Dr. Sayyid Ammar Azmi Ar-Rofati Al-Jilani
Anggota : KH. Dr. Ahmad Sarkosi Subki
Anggota : KH. Syarifuddin Ya’qub Al-Qodiri

IFADLIYAH

Rais ‘Ali : KH. Achmad Chalwani Nawawi
Wakil Rais ‘Ali : KH. Ngadiyin Anwar
Rais : KH. Zamzami Amin
Rais : KH. Miftahur Riza
Rais : KH. Ma’shum Nur
Rais : KH. Mohammad Irfa’i Nahrawi
Rais : KH. Fathurrohman, M.Ag.
Rais : Syekh H. Ismail Royan
Rais : KH. Thabari Sadzili
Rais : KH. Abdul Muntaqim
Rais : KH. Muhammad Yunus Abdul Hamid
Rais : KH. Muhammad Jawahir
Rais : KH. Mu’in Abdurrahim

Katib ‘Ali : KH. M Zainal Arifin Ma’shum
Wakil Katib ‘Ali : KH. Nurul Huda
Katib : KH. Anwar Hidayat
Katib : KH. Abdullah Wafi Maimoen
Katib : Buya H. Riswandi Dt Siri Marajo
Katib : KH. Faizurrahman Hanif Muslih
Katib : KH. Ma’ruf Nur Salim
Katib : KH. Kholifah Sholeh
Katib : KH. Multazam Makki
Katib : KH. Robet Wahidi Abu Bakar
Katib : KH. Ade Jayadi Jalaluddin