Site icon Lingkar.co

Larang Gunakan Kekerasan, Mendagri: Perilaku Satpol PP Jangan Seperti Preman

Mendagri, Muhammad Tito Karnavian, dalam sebuah kesempatan. FOTO: YouTube Kemendagri/Lingkar.co

Mendagri, Muhammad Tito Karnavian, dalam sebuah kesempatan. FOTO: YouTube Kemendagri/Lingkar.co

JAKARTA, Lingkar.co – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) harus mengutamakan tindakan persuasif daripada koersif dalam menegakkan aturan PPKM.

Mendagri Muhammad Tito Karnavian, menegaskan hal tersebut saat memberikan pengarahan secara langsung kepada Kepala Satpol PP Provinsi dan Kab/Kota seluruh Indonesia secara virtual, Senin (19/7/2021). 

Dalam arahannya, terkait aturan penegakan hukum PPKM, Mendagri Tito, berharap seluruh Kasatpol PP memberikan penjelasan kepada jajarannya. Agar mampu mengendalikan diri, menjadi aparat yang profesional dan mengedepankan etika dan moral.

Tak lupa, ia mengingatkan, bahwa dalam melaksanakan tugas, Satpol PP juga dibekali dengan kode etik yang terikat dengan peraturan perundang-undangan yang perlu dikedepankan. 

“Jangan samakan Satpol PP dengan preman. Ini baju saja yang keren, tapi etika dan perilaku seperti preman, tidak boleh terjadi. Satpol PP ini adalah suatu profesi yang mulia, profesi yang disegani, yang diperlukan masyarakat,” ujarnya, dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/7/2021).

Baca Juga:
PKL Karanganyar Terima Bansos Tunai Non APBD Kedua Kalinya

Mendagri tak Benarkan Tindakan Kekerasan Satpol PP

Mendagri Tito, menjelaskan, pemberlakuan PPKM bertujuan untuk keselamatan masyarakat pada masa pandemi. Salah satunya, dengan membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat.

Meski demikian, pihaknya tak membenarkan adanya upaya kekerasan dalam pendisiplinan masyarakat.

“Kita tetap tegas, tapi perlu humanis, manusiawi, bahasa yang santun dan tidak menggunakan kekuatan yang berlebih-lebihan,” ujarnya.

Mendagri Tito, juga menjelaskan, dalam penegakan aturan oleh satuan polisi, termasuk Satpol PP, terdapat tahapan yang perlu ditempuh.

Dia mengatakan, upaya persuasif dan sosialisasi merupakan tahapan awal. Sementara penegakan hukum dengan upaya koersif merupakan jalan terakhir, dengan catatan, jika hal itu sangat mendesak. 

“Ini untuk mendisiplinkan masyarakat, tapi petugas lapangan, anggota kita, agar mereka betul-betul melaksanakan tindakan dengan cara-cara yang persuasif, upaya koersif itu adalah upaya terakhir, kalau memang perlu,” katanya. 

Ia juga mengatakan, aturan yang termuat dalam kebijakan PPKM tetap perlu penegakkan secara tegas. Prinsip penegakan hukum secara koersif adalah upaya terakhir dan memang mendesak. Hal itu, kata Mendagri Tito, mesti sesuai dengan kebutuhan di lapangan dan kultur yang berlaku di masyarakat.

“Selagi bisa menggunakan langkah-langkah persuasif, sosialisasi secara masif, maka penegakan dengan menggunakan kewenangan, force (memaksa), itu merupakan upaya terakhir,” pungkasnya. *

Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling

Exit mobile version