NAYPYIDAW, Lingkar.co – Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) Mengungkapkan sedikitnya 510 warga sipil tewas dalam dua bulan unjuk rasa melawan kudeta militer di Myanmar.
Dalam sehari telah menelan korban sebanyak 14 orang pada Senin (29/3) kemarin. Delapan orang berada di distrik Dagon Selatan, Yangon.
Tempat di mana pasukan keamanan menembakkan senjata kaliber yang jauh lebih berat dari biasanya untuk membersihkan barikade kantong pasir,terang para saksi mata.
Menurut kesaksian seorang Warga Dagon, pada selasa malam tembakan lebih banyak terdengar, yang menimbulkan kekhawatiran warga jika korban berjatuhan.
Pengunjuk rasa berusaha untuk meningkatkan kampanye pembangkangan sipil pada Selasa (30/3) dengan meminta penduduk membuang sampah ke jalan-jalan di persimpangan jalan utama.
Komite Pemogokan Umum Nasional, merupakan salah satu kelompok utama di balik gerakan unjuk rasa.
Baca juga:
Pihaknya telah meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang melawan “penindasan yang tidak adil” dari militer tersebut.
Layangkan Surat Terbuka Kepada Militer Myanmar
Tiga kelompok dalam unjuk rasa tersebut melayangkan surat terbuka pada Selasa (30/3) untuk meminta militer berhenti membunuh pengunjuk rasa, dan menyelesaikan masalah politik.
Mereka tiga kelompok tersebut terdiri dari Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan, dan Tentara Pembebasan Nasional Taang.
Dalam surat tersebut tertulis pula, jika militer tidak menanggapi seruan itu, maka mereka akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi Myanmar dalam hal pertahanan diri.
Meskipun banyak kelompok telah setuju untuk gencatan senjata, pertempuran telah berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara dan pasukan di timur dan utara.
Para militer Myanmar selama beberapa dekade membenarkan dengan mengatakan bahwa militer adalah satu-satunya institusi yang mampu menjaga persatuan nasional.
Dalam hal ini militer mencoba merebut kekuasaan, dengan menuduh bahwa pemilu November tahun lalu, yang dimenangkan oleh Nobel Aung San Suu Kyi mereka anggap curang. (ara/luh)
Baca juga:
Vidya Rafika Sabet Perunggu di Kejuaraan Dunia ISSF