Lingkar.co – Kondisi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kian memburuk dan terancam bangkrut di tengah pandemi Covid-19.
Penyebab maskapai berplat merah tersebut terancam bangkrut adalah masalah finansial akibat utang dan kerugian yang dialami oleh perseroan.
Garuda Indonesia hingga kini tercatat mengalami penumpukan utang sebesar US$ 4,9 miliar atau setara dengan RP. 70 triliun.
Baca juga:
Angka utang tersebut terus bertambah Rp. 1 triliun setiap bulannya karena pihak Garuda Indonesia terus menunda pembayaran.
Serta pihaknya mengalami kerugian Rp. 1,4 triliun per bulannya, yang disebabkan oleh pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan biaya yang di keluarkan pihak Garuda.
Beban biaya yang Garuda keluarkan setiap bulannya mencapai sekitar US$ 150 juta dengan pendapatan hanya US$ 50 juta saja.
Baca juga:
6.650 Orang Sembuh dari Covid-19, Bupati Kudus Tekankan Warga Mau Isolasi Terpusat
Hal ini yang menyebabkan maskapai milik Negara tersebut harus menanggung kerugian sebesar US$ 100 juta perbulannya.
Pendapatan pihak Garuda per Mei 2021 memperoleh US$ 56 juta, namun dalam waktu tersebut pihaknya juga harus membayar sejumlah pengeluaran.
Meliputi US$ 20 juta untuk perawatan pesawat, US$ 56 juta untuk biaya sewa pesawat, US$ 20 juta untuk membeli bahan bakar avtur, dan US$ 20 juta untuk gaji para pegawai Garuda Indonesia.
Baca juga:
Kemendikbudristek: Sekolah Swasta Kini Masuk Dalam PPDB 2021
Mahalnya Biaya Sewa Jadi Permasalahan Utama
Keuntungan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk di tahun 2019 berada pada kuartal III, perusahaan mampu membukukan laba bersih sebanyak Rp. 1,7 triliun.
Lalu saat pandemi Covid-19 menyerang, laba perusahaan menurun hingga Rp. 15,19 triliun yang berada pada kuartal III tahun 2020.
Manajemen Garuda Indonesia hingga kini tengah melakukan diskusi dengan perseroan dan konsultan untuk mengupayakan jalan keluar terbaik dari permasalahan yang ada.
Baca juga:
Ridwan Kamil Dorong Pengelolaan Sampah di Jawa Barat Berbasis Digital
Menteri BUMN, Erick Tohir mengungkapkan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6), bahwa mahalnya sewa pesawat dengan 36 perusahaan penyewaan pesawatlah yang menjadi akar permasalahannya.
“Apalagi kesepakatan harga sewa pesawat ini dilakukan atas dasar kasus korupsi pada manajemen Garuda Indonesia dahulu,” ungkapnya. (luh)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps