Lingkar.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut mengomentari putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), terkait penundaan Pemilu 2024.
Kepala Negara menilai putusan tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Secara tegas, Presiden Jokowi, menyampaikan bahwa pemerintah mendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengajukan banding.
Hal tersebut ia ungkapkan dalam keterangan pers yang dikutip Lingkar.co, dari laman presidenri, Selasa (7/2/2023).
“Tahapan pemilu kita harapkan tetap berjalan dan memang itu sebuah kontroversi yang menimbulkan pro dan kontra, tetapi juga pemerintah mendukung KPU untuk naik banding,” tegasnya.
Presiden Jokowi, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen terus mengawal tahapan Pemilu 2024, agar berjalan dengan baik.
“Saya sudah sampaikan bolak-balik komitmen pemerintah untuk tahapan pemilu ini berjalan dengan baik, penyiapan anggaran juga sudah disiapkan dengan baik,” ujar Presiden Jokowi
Diberitakan sebelumnya, PN Jakarta Pusat (Jakpus), menerima gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat.
“Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya,” bunyi diktum pertama amar putusan PN Jakpus.
Dalam putusannya, PN Jakpus, memerintahkan KPU menghentikan tahapan pemilu terhitung sejak dibacakannya amar putusan pada Kamis (2/3/2023).
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan,” bunyi diktum kelima putusan PN Jakpus.
“Dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” lanjutan bunyi diktum kelima.
Artinya, Majelis Hakim PN Jakpus memerintahkan KPU menunda pemilu hingga 9 Juli 2025.
Sebagaimana diketahui, tahapan Pemilu 2024 telah berlangsung sejak pertengahan Juni 2022.
Pemungutan suara, juga telah terjadwal pada pada 14 Februari 2024.

KPU Banding, Tahapan Pemilu Tetap Jalan
KPU mengajukan banding atas putusan PN Jakpus tersebut. Selain itu, KPU memastikan tetap akan menjalankan tahapan Pemilu 2024.
Hal tersebut mengingat tidak ada perubahan atas regulasi Peraturan KPU (PKPU) tentang Program Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024.
“Kenapa? karena tahapan pemilu itu dituangkan dalam produk hukum PKPU tentang tahapan dan jadwal,” ujar Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, Kamis (2/3/2023).
“Keputusan (PN Jakarta Pusat) ini tidak menyasar aturan tersebut sehingga dasar hukum masih sah menyelenggarakan Pemilu 2024,” sambungnya.
Gugatan Prima ke PN Jakpus adalah dugaan perbuatan melawan hukum, bukan perihal gugatan administrasi pemilu yang sesungguhnya juga telah disampaikan Prima ke Bawaslu dan PTUN.
Namun oleh kedua lembaga tersebut, gugatan ditolak (Bawaslu) dan dinyatakan tidak berwenang memutus (PTUN).
Atas fakta-fakta yang terjadi tersebut putusan PN Jakpus, menurut Hasyim, tidak berpengaruh atau mengubah status partai politik peserta Pemilu 2024 yang telah ditetapkan KPU beberapa waktu lalu.
“Penetapan parpol masih sah dan berkekuatan hukum mengikat. Sehingga status partai yang sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 tidak ada perubahan,” jelas Hasyim.
Hasyim pun berharap dengan penjelasan yang disampaikan KPU dapat meluruskan informasi yang beredar di masyarakat.
“Agar semua pihak, publik, stakeholder mengetahui sikap resmi KPU terkait putusan PN Jakarta Pusat,” tutup Hasyim.
Putusan PN Jakpus Salah!
Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, mengatakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakpus) untuk menunda Pemilu 2024 adalah salah.
“Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan,” ucap Mahfud, kepada wartawan, Kamis (2/3/2023) malam
“Vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” sambungnya.
Mahfud, menyebut PN Jakarta Pusat, membuat sensasi yang berlebihan dengan putusan tersebut.
“Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN,” ucap Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud, mengajak KPU untuk banding dan melawan putusan PN Jakarta Pusat, tersebut.
“Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum,” tegas Mahfud.
“Kalau secara logika hukum, pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” tegasnya lagi.
Mahfud, menjelaskan alasan hukumnya bahwa sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum.
“Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri,” tegas Mahfud.
Dia mengatakan, bahwa sengketa sebelum pencoblosan, jika terkait proses administrasi yang memutuskan harus Bawaslu.
Namun, lanjutnya, jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara,” ucap Mahfud.
Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu, kata Mahfud, maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK).
“Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum,” kata Mahfud.
“Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” sambungnya.
Dia mengatakan, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata.
“Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN,” tegas Mahfud.*
Penulis: M. Rain Daling
Editor: M. Rain Daling