Lingkar.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar Aminuddin mengajak warga kota Semarang untuk melestarikan tradisi Larung Banyu Pitu yang biasa dilakukan oleh warga pesisir, Desa Nelayan, Tambakrejo, Semarang Utara, Kota Semarang.
Menurut Iswar, Banyu Pitu bukan sebatas ritual yang dilakukan secara turun temurun. Lebih dari itu, Iswar yang menghadiri ritual tersebut menilai bahwa tradisi Larung Banyu Pitu yang dilarung ke laut memiliki makna filosofis tersendiri. Yakni kesadaran tentang pemeliharaan lingkungan.
Tradisi Banyu Pitu mengajarkan pentingnya memperbaiki maindset pemeliharaan lingkungan, terutama sungai, agar persoalan banjir di Kota Semarang dapat segera teratasi. Tradisi Banyu Pitu adalah simbol rasa syukur warga atas berlimpahnya air bersih yang berasal dari tujuh aliran sungai di Semarang.
Dengan demikian, aliran sungai yang ada harus selalu bersih agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, bukan sekedar untuk upacara adat Banyu Pitu. “Dinamakan banyu pitu lantaran air yang dilarung ke laut diambil dari tujuh sumber mata air di Semarang,” ujarnya kepada Lingkar.co pada Jumat (26/7/2024).
Iswar juga menilai bahwa tradisi ini adalah wujud doa dan syukur serta upaya melestarikan laut dan sungai. “Tradisi ini sebagai wujud doa harapan kelestarian laut dan lingkungan di sekitar Tambakrejo serta pelestarian kampung melalui kegiatan kebudayaan,” paparnya.
Iswar melanjutkan, tradisi ini juga merupakan simbol betapa pentingnya memelihara kelestarian sungai dari hulu ke hilir agar Kota Semarang tidak lagi terancam oleh banjir.
“Jadi ini sebuah simbol yang memperlihatkan pentingnya memelihara sungai dari hulu ke hilir. Hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan kota semarang yang kerap terkena banjir,” tutupnya. (ADV)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps