CILACAP, Lingkar.co – Langit pagi yang begitu cerah, seakan memberi semangat bagi penderes Desa Karangsari, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, untuk ke kebun memetik buah kelapa.
Oleh: M. Rain Daling *)
Ini cerita tentang Desa Karangsari, yang mempunyai perkebunan pohon kelapa yang sangat luas kurang lebih 20-30 hektar. Sehingga sebagian besar warganya berprofesi sebagai Penderes.
Penderes adalah sebutan bagi petani setempat yang mengambil air nira dari pohon kelapa untuk dijadikan gula.
Kendati demikian, gula cetak masih bernilai ekonomis rendah, sehingga kurang mampu meningkatkan ekonomi para penderes.
“Dulu harga gula cetak sangat rendah,” kata Wagino, seorang penderes mengawali ceritanya kepada Lingkar.co, Kamis (28/10/2021).
Namun, sejak pihak Pertamina menginisiasi pembuatan gula semut sebagai pengganti gula cetak, Wagino senang dengan nilai jualnya yang tinggi.
Ya, sejak 2020, PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap, Jateng, melalui Fuel Terminal (FT) Maos, hadir membantu penderes Karangsari, yang berada dalam wilayah operasional perusahaan.
Pertamina FT Maos, membentuk Program Penderes Badeg Karangsari (Pendekar) sebagai program pemberdayaan masyarakat dalam pembuatan gula semut.
Tentunya, hal itu sebagai komitmen dan wujud Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) yang mencakup program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina.
Keterlibatan Pertamina dalam Program Pendekar, yakni pendampingan, pelatihan dan pengadaan sarana penunjang kegiatan produksi gula semut.
“Karena gula semut bisa lebih tinggi harganya, saya memutuskan untuk bergabung dengan Pendekar bentukan Pertamina,” ucap Wagino, sebagai Regenerasi Pendekar atau Pendekar Muda.
PULANG DARI PERANTAUAN
Wagino, telah puluhan tahun merantau ke Jakarta. Jauh dari keluarga. Beragam pekerjaan ia lakoni, hingga terakhir bekerja sebagai operator fotokopi di ibukota.
Bosan hidup merantau dan juga karena pandemi Covid-19, Wagino pun memutuskan untuk pulang ke kampung halaman Desa Karangsari.
“Sudah bosan merantau puluhan tahun dan ingin hidup bersama anak dan istri,” ucap Wagino.
Sekembalinya, Wagino memutuskan menjadi penderes pemula, dan bergabung dengan Pendekar.
“Saya bekerja sebagai penderes dan gabung dengan Pendekar sebelum lebaran kemarin,” ucapnya.
“Karena saya tidak punya keahlian apa-apa, mau buka usaha tidak ada modal, jadi saya memutuskan untuk jadi penderes karena untuk menyambung perekonomian keluarga,” cerita bapak beranak dua itu.
Ia pun belajar dan mendapat pelatihan serta pendampingan dari pihak Pertamina dan Ketua Kelompok Tani Nira Cahaya Sejahtera (NCS), dari awal hingga produksi gula semut.
Selain mendapatkan pelatihan, Wagino, juga menerima bantuan dari Pertamina, antara lain wajan dan ayakan.
Hal yang sama juga terungkap dari Regenerasi Pendekar atau Pendekar Muda, Kusdi. Sebelumnya ia merantau ke Jakarta untuk bekerja.
“Sebelum saya menjadi Pendekar, saya bekerja difotokopi di Jakarta. Karena pandemi saya pulang ke Desa Karangsari,” ujarnya.
Setelah pulang, Kusdi bercerita mendapatkan pelatihan untuk membuat Laru dari tatal nangka, untuk dimasukkan ke dalam pongkor sebagai wadah air nira.
“Saya mendapat pelatihan untuk membuat Laru dari tatal nangka, untuk dimasukkan ke dalam pongkor sebagai wadah air nira,” ujar Kusdi.
Selain itu, ia juga mendapatkan pelatihan khusus untuk memasak air nira menjadi gula semut yang baik dan benar.
Tidak hanya itu, ia juga mendapat pelatihan memanjat pohon kelapa menggunakan Safety Belt atau sabuk pengaman.
“Demi keamanan, saya naik pohon kelapa menggunakan tali pengaman,” ucapnya.
MENINGKATKAN PEREKONOMIAN
Kehadiran Pertamina FT Maos, dalam pembuatan gula semut membawa berkah bagi para penderes yang tergabung dalam Program Pendekar.
Paling tidak ungkapan itu terucap dari Wagino dan Kusdi, yang baru bergabung dalam Program Pendekar pada tahun ini.
Meski proses pembuatan gula semut penuh dengan kesabaran dan ketelatenan, setidaknya mereka berdua merasa puas dengan hasilnya.
“Setidaknya, dibalik itu (kesabaran dan ketelatenan) ada kepuasan tersendiri, apalagi kalau hasilnya benar-benar maksimal,” kata Wagino.
Berkat bantuan dan pelatihan tersebut, Wagino bersama istri, setiap hari mampu memproduksi 5-7 kilogram gula semut.
“Kalau sehari dengan satu wajan ukuran 30 liter nira, sudah jadi gula semut sekitar 7 kilogram lebih tiap harinya,” ucap Wagino.
Gula semut yang ia produksi, kemudian dijual ke koperasi dengan harga antara Rp15.500 – Rp16.500 per kilogram.
“Kalau masuk grade A harganya per kilo Rp16.500, tapi kalau grade B harga per kilonya Rp15.500,” kata Wagino.
“Grade A itu gula semutnya kering dan tidak lengket. Grade B, gula kristal/semut warnanya agak hitam dan lembab,” jelasnya.
Dengan profesinya saat ini, Wagino mengaku bersyukur dengan pendapatannya sebagai penderes. Sedikitnya, ia bisa memperoleh Rp2 juta per bulan.
Dengan penghasilan, Wagino mampu menghidupi istri dan kedua anaknya. Namun yang terpenting adalah dapat berkumpul dengan keluarga.
“Alhamdulillah, mendapatkan penghasilan yang cukup dalam sebulan. Yang penting tetap bersyukur, sehat dan bisa terus beraktivitas,” ucap Wagino.
“Kalau harapan saya kedepan semoga harga gula semut lebih baik lagi karena saya sudah nyaman dengan pekerjaan ini,” harapnya.
Sama halnya dengan Kusdi. Ia sangat bersyukur dengan pendapatannya saat ini sebagai penderes yang tergabung dalam program Pendekar.
“Alhamdulillah, kami mendapatkan penghasilan yang cukup dari profesi penderes. Saya juga bisa dekat dengan keluarga,” tuturnya.
TERIMA KASIH PERTAMINA
Ketua Kelompok Tani Nira Cahaya Sejahtera, Asim Mohamad Nuruddin, bersyukur dengan kehadiran Pertamina FT Maos.
Menurutnya, para penderes mendapat pelatihan pengolahan gula semut dengan metode baru yang ramah lingkungan dengan nilai jual tinggi.
Salah satunya penggunaan kompos gas menggantikan tungku kayu bakar untuk memasak air nira menjadi gula.
“Sebelum mendapat bantuan kompor gas dari pertamina, kelompok kami menggunakan kayu bakar. Padahal hal tersebut tidak ramah lingkungan,” ucap Asim.
Kompor gas bantuan Pertamina bernama Kosaka (Kompor Sakti Karangsari). Desainnya sesuai spesifikasi kebutuhan para penderes.
Kosaka merupakan hasil kolaborasi koperasi dan Pertamina, serta hasil inovasi masyarakat untuk memaksimalkan hasil produksi gula semut.
Hal tersebut sejalan dengan tujuan pemerintah Karangsari, untuk mengembalikan identitas produksi gula semut organik.
“Setelah adanya program Pendekar, saya bisa mendistribusikan gula kami ke koperasi. Sehingga nilai jualnya menjadi lebih tinggi,” kata Asim.
Kini, pendapatan para penderes jauh meningkat ketimbang sebelum adanya program CSR Pertamina FT Maos tersebut.
“Setidaknya pendapatan yang kami peroleh sedikitnya Rp2,2 juta per bulan untuk setiap orangnya,” kata Asim, Jumat (22/10/2021).
Namun yang terpenting, banyak pemuda setempat yang semula merantau untuk mencari nafkah, kini bisa mencari nafkah di desa sendiri.
“Tidak hanya itu, banyak pemuda di wilayah kami yang semula harus merantau untuk mencari pekerjaan, kini bisa mencari nafkah di tempat sendiri,” ujar Asim.
Selain itu, menurut Asim, program Pendekar ini telah membantu masyarakat setempat memaksimalkan potensi lokal yang ada di Desa Karangsari.
Ia pun berharap, program tersebut terus berkelanjutan, demi kesejahteraan masyarakat Karangsari.
“Terima kasih Pertamina atas program CSR yang telah dijalankan di tempat kami,” ucap Asim.
KOMITMEN PERTAMINA
Program Pendekar adalah salah satu inisiatif strategis komitmen Pertamina, dalam memberdayakan masyarakat Desa Karangsari, melalui potensi unggulan.
Hal tersebut terungkap dari Brasto Galih Nugroho, selaku Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero).
“Setidaknya ada 150 penderes dan 102 perempuan yang tergabung ke dalam program Pendekar yang kami jalankan sejak 2020,” ungkap Brasto, Kamis (21/10/2021).
Pertamina dengan membina kelompok penderes setempat, hingga memperoleh dampak peningkatan aspek kesejahteraan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Brasto mengungkapkan, Program Pendekar bertujuan melestarikan budaya produksi gula, sekaligus meningkatkan kesejahteraan penderes melalui potensi lokal yang berbasis lingkungan.
“Manfaat yang diharapkan melalui program Pendekar mengacu pada Sustainability Compass. Harapannya program ini memiliki dampak positif terhadap Nature (lingkungan) melalui produksi gula dengan standar organik,” ucapnya.
“Pihak-pihak yang terlibat mendapatkan manfaat ekonomi, perluasan jaringan sosial yang imbasnya berdampak pada Well-being (Kesejahteraan),” ujarnya lagi.
Brasto mengungkapkan, Program CSR Pendekar adalah salah satu dari wujud komitmen Pertamina dalam mengimplementasikan aspek Environmental, Social, Governance (ESG).
“Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang energi, Pertamina akan senantiasa berupaya untuk terus menghadirkan perbaikan kehidupan secara berkelanjutan, utamanya pada aspek ESG, salah satunya melalui program pemberdayaan masyarakat sekitar,” jelasnya.
PELATIHAN DAN BANTUAN PERTAMINA
Pertamina memberikan pelatihan kepada penderes dalam pengolahan gula dengan metode baru yang lebih efektif dan efisien, juga lebih ramah lingkungan.
Brasto mencontohkan, hasil produksi berupa gula cetak yang memiliki nilai ekonomi rendah, hingga penggunaan kayu pohon sebagai bahan bakar yang tidak ramah lingkungan.
Pihaknya juga membantu penyediaan sarana penunjang, seperti pongkor (wadah nira) dengan standar food grade, sabuk pengaman untuk memanjat pohon, wajan, kompor gas LPG dan ayakan stainless steel.
“Penggunaan kompor gas untuk menggantikan kayu bakar, dan pengolahan gula semut organik yang menghasilkan nilai ekonomi jauh lebih tinggi,” kata Brasto.
Selain ramah lingkungan, berkat konversi bahan bakar tersebut, kelompok penderes mampu menghemat biaya produksi hingga Rp700 ribu setiap bulan.
“Tidak hanya itu, Pendekar juga menyelamatkan pohon dari penebangan yang digunakan untuk setiap penderes setidaknya 600 kilogram setiap bulan,” kata Brasto.
Selain itu, kata Brasto, pihaknya juga memberikan pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
“Pelatihan K3 untuk memastikan bahwa dalam produksi gula semut para penderes tetap memperhatikan aspek-aspek keselamatan sebagai bentuk penerapan core competency perusahaan,” jelasnya.
Dan yang terpenting, program tersebut juga mampu menciptakan pertukaran nilai tambah atau Creating Shared Value (CSV) antara Pertamina dengan kelompok penderes.
Kegiatan usaha penderes sebagai rantai nilai bisnis Pertamina melalui penggunaan produk LPG nonsubsidi, yaitu BrightGas.
BERSERTIFIKAT ORGANIK DARI CONTROL UNION BELANDA
Seiring dengan berlangsungnya Program Pendekar, dibentuklah Koperasi Nira Cahaya Sejahtera (NCS) pada 2020.
Pembentukan Koperasi NCS untuk memperkuat jaringan pemasaran produk gula semut dari para penderes.
Ketua Koperasi NCS, Ahmad Setioko, mengungkapkan, koperasi berfokus kepada proses hilir dari program Pendekar, yaitu untuk distribusi dan pemasaran produk.
Dengan adanya pendampingan dari Pertamina, kata Ahmad, koperasi banyak mengadopsi dan mengimplementasikan sistem supervisi yang ada di perusahaan.
“Dalam program ini kami mendapatkan wawasan untuk membentuk sistem manajemen produk untuk quality control (kontrol kualitas),” kata Ahmad, Jumat (22/10/2021).
Manajemen Kontrol kualitas, yaitu dengan menerapkan Internal Control System (ICS), yang berfungsi untuk standardisasi produk.
“Penerapan ICS bertujuan agar setiap produk gula semut organik yang dihasilkan telah memenuhi standar,” kata Ahmad.
Dengan adanya sistem manajemen tersebut, kata Ahmad, meningkatkan efisiensi produksi oleh kelompok penderes.
“Setidaknya 3,5 ton per minggu diproduksi oleh kelompok penderes untuk kemudian dipasarkan dan didistribusikan oleh Koperasi Nira Cahaya Sejahtera,” jelasnya.
Sementara itu, Brasto mengatakan, pada proses ini, koperasi memiliki tim ICS (Internal Control System).
“Jika di Pertamina FT Maos fungsinya seperti Spv. QQ (Quantity and Quality) untuk memastikan proses produksi gula organik sesuai dengan standar/checklist,” kata Brasto, Kamis (21/10/2021).
Saat ini, produk gula semut dari para penderes, telah bersertifikat organik dari Control Union Belanda, sebagai lisensi distribusi produk gula organik.
Pelaksanaan program CSR Pendekar, merupakan komitmen pemberdayaan masyarakat, yang sifatnya berkelanjutan.
Tidak hanya itu, Pertamina FT Maos juga melatih dan mendampingi dalam proses alur distribusi, hingga alur pemenuhan kebutuhan pasar.
Pertamina juga membantu pada promosi produk, baik secara internal melalui penggunaan produk gula semut saat acara yang dilaksanakan oleh perusahaan.
Selain itu, bentuk promosi secara eksternal melalui expo atau pameran yang diikuti oleh Pertamina.
“Kami bersyukur dengan adanya Program Pendekar, kehidupan masyarakat kami jauh lebih baik,” ucap Kepala Desa (Kades) Karangsari, Nasukin, Kamis (21/10/2021).***
*) Tulisan ini Diikutsertakan dalam Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2021 dengan mengusung tema “Energizing You”.
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps