Pergub Jateng 2025 : Pajak Air Tanah Naik, Industri Semarang Diprediksi Beralih ke Air PDAM

Direktur Utama PDAM Tirta Moedal Kota Semarang, Yudi Indardo. (dok Alan Henry)

Lingkar.co – Peraturan Gubernur Jawa Tengah (Pergub Jateng) Nomor 7 Tahun 2025 mengenai kenaikan nilai perolehan air tanah, diproyeksikan bakal pengaruhi pajak air tanah yang harus dibayarkan.

Hal itu disampaikan Direktur Utama PDAM Tirta Moedal Kota Semarang, Yudi Indardo mengatakan, selama ini banyak industri di Kota Semarang yang masih memanfaatkan air tanah. Dengan adanya Pergub baru ini, harapannya industri komersil dapat beralih ke air PDAM dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.

“Pergub jateng ini membuat pajak untuk air tanah hampir setara dengan biaya penggunaan air PDAM. Ini saatnya menjaga kawasan pesisir Jawa Tengah agar tidak ada eksploitasi tanah secara berlebihan,” jelas Yudi.

Yudi menekankan pentingnya peralihan ini, karena penurunan muka tanah di Semarang sudah mencapai 10 meter per dasawarsa. Dengan pajak tinggi, harapannya industri beralih ke air PDAM yang lebih terjaga kualitas dan kuantitasnya.

“Dasar pengenaan pajak menurut Pergub ini adalah kenaikan hingga lima kali lipat NPI, sehingga biayanya setara dengan air PDAM,” tambahnya.

Yudi juga menyebutkan bahwa masih banyak pihak yang mengambil air artesis, terutama dari kalangan industri. Pengambilan ini setara dengan kebutuhan 2.000 rumah tangga untuk air.

PDAM Tirta Moedal siap meningkatkan layanan kepada industri komersil melalui program pelanggan premium. “Kami siap menghadapi peningkatan jumlah pelanggan dari sektor industri,” ungkap Yudi.

Saat ini, pelanggan industri PDAM Tirta Moedal masih sedikit, hanya mencapai 11 persen. Namun, pihaknya berharap dapat meningkat menjadi 18 hingga 20 persen. “Kami ingin memaksimalkan peran industri dalam menggunakan air PDAM,” ujarnya.

PDAM juga siap dengan SPAM Semarang Barat yang berkapasitas 1.000 liter per detik serta cadangan lainnya di IPA Kudu dan IPA Kaligarang. “Kemampuan penyediaan air minum kami masih kuat. Menimba air tanah sendiri lebih mahal karena tambahan biaya listrik. Kualitas air tanah kurang baik sehingga butuh pengolahan lebih,” tutup Yudi. ***