Pro Kontra Larangan Buka Bersama Bagi Pejabat dan ASN

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. Foto: Tangkap layar YouTube

Lingkar.co – Pernyataan pro dan kontra dilayangkan sejumlah anggota DPR perihal larangan buka bersama bagi pejabat dan ASN selama Ramadan 1444 H/2023 M.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang pejabat dan ASN menggelar acara buka puasa bersama selama Ramadan.

Hal tersebut tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama.

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. Foto: Tangkap layar YouTube

Surat tersebut diteken oleh Sekretaris Kabinet (Sekkab), Pramono Anung, pada 21 Maret 2023.

Pada poin kedua dalam surat tersebut, berbunyi pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah agar ditiadakan.

Alasannya, ada pada poin pertama, yakni penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, merespon surat larangan buka bersama bagi pejabat dan ASN tersebut.

“Nah mungkin yang dimaksud oleh Pak Pram (Pramono Anung/Sekretaris Kabinet) itu adalah berbuka puasa di restoran di tempat-tempat yang berlebihan. mungkin begitu,” ucapnya.

Dia menilai, alasan pelarangan tersebut, karena saat ini masih merupakan masa transisi dari pandemi ke endemi.

“Yang dimaksud bagaimana mencegah Covid tidak menjangkit lagi, tidak mewabah (Covid-19) lagi,” ucapnya kepada wartawan, di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Jumat (24/3/3023).

Ia menuturkan, meski Covid-19 telah mereda, namun virus tersebut masih ada di Indonesia.

“Walaupun Covid ini sudah agak jarang, tetapi memang masih ada juga di Indonesia saya rasa juga masih ada,” kata Dasco.

“Seperti di DPR, kita tetap lakukan juga secara sebagian hadir tapi sebagian besar boleh melalui zoom,” lanjutnya.

Politisi Partai Gerindra itu, berharap masa transisi dari pandemi ke endemi bisa berjalan dengan baik.

“Mudah-mudahan di tahun depan masa transisi dari pandemi ke endemi ini bisa berjalan dengan baik,” ucap Dasco.

“Sehingga kita bisa melakukan kegiatan ibadah puasa bulan Ramadhan secara normal,” pungkas Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.

Maknai Secara Positif

Anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan, larangan buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN perlu dimaknai secara positif.

Menurutnya, alasan yang disampaikan dalam surat tersebut, karena saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.

Artinya, masih terbuka kemungkinan adanya penyebaran virus Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti itu.

“Secara global, status penanganan Covid-19 masih pandemi. WHO sampai saat ini belum berubah. Indonesia tentu harus ikut aturan WHO,” ucapnya.

“Lagian, kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada,” lanjutnya.

Dia menilai, kemungkinan penyebaran Covid-19 masih bisa terjadi di Indonesia.

“Termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut,” ujar Saleh, dalam keterangannya, Kamis (23/3/2023).

Politisi PAN itu, meminta agar larangan tersebut jangan diartikan larangan kegiatan agama Islam.

Dalam konteks ini, kata dia, larangan buka bersama bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah.

Saleh mengatakan, ada banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan. Antara lain, melaksanakan pemberian santunan bagi masyarakat kurang mampu, melakukan tadarus, pengajian, dan aktivitas lain yang tidak dalam bentuk keramaian dan kerumunan.

“Anggaran buat buka bersamanya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu,” ucap Politisi dari F-PAN itu.

“Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan buka bersama,” sambung Saleh.

Pada intinya, kata dia, larangan buka bersama ini jangan disalahartikan. Saleh menegaskan, bukan melarang kegiatan keagamaan.

“Toh, kegiatan tarawih, tadarus, qiyamul lail, dan kegiatan Ramadan lainnya masih diperbolehkan,” pungkasnya.

Minta Presiden Tinjau Ulang

Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, meminta pemerintah meninjau kembali larangan buka bersama selama Ramadan 1444 H.

Selain itu, pemerintah harus bisa mengambil sisi positif dari kegiatan berbuka puasa bersama.

Karena menurutnya, buka bersama dapat menjadi salah satu cara untuk menjalin silaturahmi dan sinergi antar umat muslim.

Khususnya kata Anis, untuk kalangan Kementerian/Lembaga Negara, baik pusat maupun daerah, yang akan memberikan pengaruh kepada bangkitnya ekonomi Indonesia pasca-pandemi.

Ia berpendapat, surat tersebut tidak secara gamblang menyebutkan peruntukan larangannya sehingga berpotensi adanya perluasan makna di masyarakat.

“Surat Sekretaris Kabinet (Seskab) yang ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan,” ucap Anis.

“Karenanya surat tersebut berpotensi diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat,” lanjut Anis, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/3/2023).

Politisi Fraksi PKS ini menegaskan, bahwa seharusnya momentum Ramadan memiliki dampak signifikan pada ekonomi.

Anis mencontohkan, kegiatan buka bersama akan berdampak positif bagi kenaikan pendapatan masyarakat.

Menurutnya, bisnis makanan, minuman, sembako, jasa transportasi, ritel dan warung tradisional semuanya menunggu momen Ramadan ini.

Adanya larangan buka puasa bersama yang dimaknai terlalu luas dikhawatirkan akan berpengaruh pada pendapatan dan pergerakan ekonomi.

“Untuk menyambut bulan Ramadan, banyak kalangan pedagang yang sudah stok barang dalam jumlah banyak sebagai antisipasi kenaikan permintaan saat Ramadan,” ucapnya.

“Maka seyogyanya Ramadan tahun ini menjadi momentum konsumsi rumah tangga secara musiman tumbuh dengan signifikan,” sambung Anis.

Ia pun menilai, dampak positif berupa kenaikan pendapatan masyarakat ini dikhawatirkan akan hilang dengan adanya kebijakan larangan buka puasa bersama.

Kontradiktif dan Tidak Arif

Anis mengatakan, kebijakan larangan buka bersama menjadi kontraproduktif dan tidak arif bagi kalangan umat Islam.

“Banyak orang yang menjadikan bulan Ramadan sebagai salah satu ajang silaturahmi dan kebersamaan khususnya saat berbuka puasa,” ucap Wakil Ketua BAKN DPR itu.

Terkait alasan transisi dari pandemi menuju endemi yang mendasari larangan buka puasa bersama tersebut, Anis menyinggung maraknya pergelaran konser yang melibatkan ribuan massa.

“Tentu ini tidak arif dan sangat tidak tepat di tengah kegiatan konser musik yang mengundang ribuan massa saja sudah diperbolehkan,” kata Anis.

Oleh Karena itu, Anis meminta pemerintah berlaku arif dan tidak menerapkan kebijakan yang kontra produktif dan tidak tepat.

“Momentum berbuka puasa bersama di bulan Ramadan, janganlah hanya dinilai dan dimaknai hanya kumpul-kumpul makan bersama saja,” ucapnya.

“Tetapi, lebih pada adanya nilai-nilai spiritual bagi umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa selama sebulan di bulan Ramadan,” pungkas Anis.*

Penulis: M. Rain Daling
Editor: M. Rain Daling