Rakor Forum Kepala Sekolah, Bahas Nasib SMA Swasta Sejak Diambil Alih Pemprov

Rakor Forum Kepala Sekolah SMA Swasta se-Jawa Tengah di Kendal. Foto: Wahyudi/Lingkar.co

Lingkar.co – Forum Kepala Sekolah SMA Swasta se-Jawa Tengah mengadakan rapat koordinasi (Rakor) yang membahas nasib SMA Swasta sejak kebijakan diambil alih oleh provinsi, Selasa (5/9/2023).

Bertempat di Tirtoarum Kendal, raker yang menghadirkan sejumlah narasumber yang kompeten pada bidangnya, mengangkat tema Eksistensi SMA Swasta, Riwayatmu Sejak Beralih ke Provinsi Tetap Berprestasi.

Antara lain; Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah, Abdul Hamid, Ketua PGRI Jawa Tengah, Dr Muhdi, anggota Komisi X DPR RI, Mujib Rohmad yang diwakili staf ahlinya, Dr. Ali Martin, Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Rohmad Suprapto, dan Ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah yang diwakili Sekretaris Ziaul Haq.

Sebagaimana diketahui, semenjak pengelolaan SMA dan SMK diambil alih Provinsi, maka dana alokasi khusus, PPDB, BOS dan kebijakan lain mengacu pada pemerintah provinsi.

Sehingga untuk melakukan koordinasi atau keperluan lain harus ke Semarang, karena kantor Dinas Pendidikan berada di ibu kota Jawa Tengah. Hal itulah yang menjadi kendala para Kepala Sekolah SMA dari luar Kota Semarang.

Hal itulah yang diungkapkan oleh Ketua Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Tengah, Roni Widodo.

“Setelah diambil alih ke Provinsi, ada kesulitan kepala sekolah, jika mau ketemu Kepala Dinas harus ke Semarang. Contohnya dari Banyumas mau ke Semarang. Kan butuh waktu lama juga,” bebernya.

Di lain sisi, ia mengapresiasi status antara sekolah swasta dengan negeri yang saat ini setara, baik keadilan dan kebersamaan

Pada kesempatan itu, 35 SMA Swasta Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah diambil dua sekolah untuk hadir mengikuti rakor.

“Tujuan dari rakor ini, selain berkoordinasi juga bentuk sekolah SMA Swasta se-Jawa Tengah yang bermartabat dan menaggulangi permasalahan yang ada selama ini. Sehingga, sekalipun sudah diambil alih Provinsi, kami masih eksis,” ujar Roni menegaskan.

Sedangkan dari Dikdasmen PW Muhammadiyah Jawa Tengah menegaskan, setelah diambil alih Pemprov, maka sekolah yang muridnya dibawah 50 harus diregrouping atau dibubarkan, sehingga tidak akan membebani yayasan.

“Kalau di Muhammadiyah ada tiga kriteria. Yakni; Unggul yang siswanya diatas seribu, kemudian seolah bersubsidi yang siswanya 500 dan sekolah bersubsidi penuh yang siswanya dibawah 50,” ungkap Rohmad.

“Yang ini selalu kita tekankan kalau mau meningkatkan jumlah siswa, masih disubsidi, kalau tidak mampu diregrouping atau membubarkan diri,” tandasnya.

Dituntut Mandiri dan Kreatif

Rakor Forum Kepala Sekolah SMA Swasta se-Jawa Tengah di Kendal. Foto: Wahyudi/Lingkar.co

Sementara, LP Maarif Jawa Tengah memaparkan, SMA swasta saat ini dituntut harus mandiri. Sebab regulasi berada di Pemprov Jateng, sementara kebutuhan setiap kabupaten maupun kota belum tentu bisa sama

“Kita harus bisa menunjukkan kemandirian. Jujur, kalau kita harus ngomong dengan pemerintah, sekarang regulasinya sudah ditarik Pemprov. Kami juga keberatan, sebab tidak tercover dalam anggaran APBD,” paparnya.

“Jadi intinya SMA dibawah naungan LP Ma’arif tidak bisa memberikan tekanan kepada masing-masing wilayah. Artinya, mereka bertanggung jawab di masing-masing Kabupaten. Sehingga kami tidak bisa memaksa masing masing SMA dibawah naungan LP Maarif,” ungkap Ziaul Haq.

Senada, Ketua PGRI Jawa Tengah, Muhdi mengatakan, sekarang sekolah swasta harus pandai berinovasi. Ia sebut salah satunya agar orang mau selfie di depan sekolah. Maka, ia ia tekankan untuk memperbaiki tampilan sekolah untuk menarik minat siswa.

“Saat ini yang dikeluhkan sekolah swasta adalah ketidak penerimaan siswa baru sekolah negeri menanambah rombel maupun nambah sekolah negeri, sehingga sekolah swasta kekurangan murid,” ujarnya.

“Dan celakanya lagi, sekolah tersebut dekat dengan sekolah negeri. Sehingga hanya dapat murid sedikit. Namun juga ada sekolah SMA swasta yang muridnya diatas seribu, pandai-pandainya berinovasi,” kata Muhdi menambahkan.

Sejalan dengan hal itu, Muhdi berharap Kepala Sekolah SMA swasta pandai membaca peluang tren ketertarikan sekolah.

“Sekarang yang dicari orang tua adalah sekolah SMA plus, baik itu plus dibidang agama atau dibidang teknologi, sehingga semua SMA harus mempunyai plus, sekalipun agak mahal, namun orang tua tetap memilih SMA swasta plus dari pada SMA Negeri,” tegasnya. (*)

Penulis: Wahyudi
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat