Lingkar.co – Perkumpulan Pabrik Rokok dan Petani Tembakau Indonesia (P2RPTI) menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Pendapa Ageng Hand Asta Sih, Togongan, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Minggu (1/6/2025).
Ketua Steering Committee (SC), Drs. H. Mulyani M Noor, M.Pd, menyampaikan ide besar dalam Munaslub ini adalah mengembalikan khittah P2RPTI supaya berjalan berdasarkan maksud dan tujuan awal didirikan oleh pendiri P2RPTI yaitu mengawal pelaksanaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) agar dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, dana bagi hasil cukai hasil tembakau tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp. 6,398 triliun. Dana ini merupakan hasil bagi hasil pajak dari penerimaan CHT yang dibuat di dalam negeri.
Dana tersebut dibagi ke seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia dengan jumlah masing-masing sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. Dana tersebut belum banyak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya petani tembakau.
Ia bilang, DBH CHT jumlahnya sangat besar namun menurut pihaknya, hasil evaluasi belum berdampak besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani tembakau. Padahal harus memperjuangkan nasib mereka dan memastikan mereka mendapatkan pendapatan yang layak dari hasil panennya.
“Pemerintah perlu memberikan dukungan lebih lanjut kepada petani tembakau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Ini salah satu poin rekomendasi yang dirancang SC untuk dibahas dalam Munaslub besok,” tutur Mulyani.
Selanjutnya, Munaslub juga membahas rekomendasi terkait penetapan cukai rokok. Peraturan tentang cukai rokok sangat penting dalam mengatur harga rokok dan memengaruhi konsumsi rokok. Pemerintah dapat meningkatkan penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) melalui peningkatan efisiensi penagihan dan pengawasan yang berkeadilan.
Lebih lanjut Mulyani menjelaskan soal tata kelola industri tembakau. Ia bilang industri tembakau memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik melalui produksi rokok maupun kontribusi pada pendapatan negara melalui cukai. Namun dirinya menyayangkan nasib pengusaha rokok home industri (rumahan) saat ini sangat dimarginalisasikan karena banyak yang mati, dikebiri dengan aturan kesehatan dan dipajaki dengan cukai tinggi sehingga tidak dapat bersaing dengan perusahaan rokok besar.
“P2RPTI akan membela pengusaha rokok home industri skala kecil atau rumahan yang jumlahnya ribuan. Demkian juga perlu ada perbaikan sistem tata niaga tembakau. P2RPTI mendorong adanya perbaikan sistem tata niaga tembakau agar hasil panen dapat lebih terjamin dan petani mendapatkan harga yang adil,” ujarnya.
Selain itu, Mulyani menegaskan, rekomendasi Munaslub berikutnya adalah pentingnya mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan menjadi Undang-Undang. RUU Pertembakauan adalah rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan mengatur industri tembakau di Indonesia, termasuk budidaya, produksi, distribusi, industri, harga, cukai, dan pengendalian konsumsi tembakau.
“RUU ini telah lama dibahas di DPR, namun belum disahkan menjadi UU. Untuk itu P2RPTI mendorong agar disahkan RUU Pertembakauan yang pro rakyat menjadi UU, karena masyarakat butuh regulasi yang komprehensif dan terpadu untuk mengatur seluruh aspek pertembakauan, termasuk produk tembakau alternatif,” harapnya.
“Petani tembakau seringkali khawatir dengan regulasi yang dapat menghambat produksi dan penjualan tembakau mereka. Beberapa pihak ingin memastikan bahwa regulasi tersebut tidak merugikan petani dan justru memberikan dukungan terhadap keberlanjutan usaha mereka,” ujarnya, (*)