Lingkar.co – Laporan Pengaduan terkait dugaan penyimpangan dana desa Wonokerto Wetan, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan resmi masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah. Penyerahan berkas tersebut dibuktikan dengan tanda terima bernomor LP.001/PKL-XII/2025, yang diterbitkan langsung oleh PTSP Kejati Jateng di Jalan Pahlawan No. 14, Kota Semarang.
Tokoh masyarakat setempat, Ali Rosidin membeberkan laporan yang memuat rincian dugaan penyimpangan dana desa pada periode 2021–2025 menjadi sorotan karena disertai dugaan temuan lapangan tentang infrastruktur. .
Ia menyebut terdapat indikasi ketidakwajaran pada sejumlah program desa, terutama yang terkait ketahanan pangan dan pengelolaan BUMDes diduga belum berbadan hukum.
Ali Rosidin menjelaskan bahwa salah satu dugaan temuan paling mencolok adalah terkait program ketahanan pangan melalui pengelolaan ternak kambing oleh BUMDes.
Berdasarkan hasil penelusuran yang dia lakukan, program tersebut tercatat dalam pengelolaan ternak kambing pada beberapa tahun anggaran sebelumnya. Namun, saat dilakukan pengecekan, Ali menyebut tak satu pun kambing tersisa.
“Temuan yang kami dapatkan di lapangan menunjukkan bahwa 50 ekor kambing ketahanan pangan yang seharusnya menjadi aset desa telah habis tanpa sisa. Tidak ada bukti fisik, tidak ada laporan pemeliharaan, dan tidak ada kejelasan pertanggungjawaban. Ini sangat janggal dan patut didalami aparat penegak hukum,” kata Ali dalam keterangan persnya, Rabu (10/12/2025).
Dugaan temuan tersebut, lanjutnya, menjadi salah satu poin utama dalam laporan dugaan mal-administrasi dan dugaan tindak pidana korupsi yang dimasukkan ke Kejati Jateng.
Selain persoalan kambing, Ali Rosidin juga menyoroti keberadaan bangunan lumbung desa yang dibangun sebagai bagian dari program ketahanan pangan.
Bangunan yang seharusnya menjadi fasilitas penyimpanan kebutuhan pangan masyarakat desa itu kini diduga mangkrak dan tidak difungsikan sesuai rencana.
“Bangunan lumbung desa hanya berdiri tanpa aktivitas. Tidak dimanfaatkan, tidak diisi, dan tidak ada laporan penggunaan. Ini menunjukkan lemahnya tata kelola aset desa,” tukas Ali.
Ali berpendapat, mangkraknya lumbung desa menjadi indikasi adanya ketidaktertiban dalam perencanaan, penganggaran, dan pengawasan internal desa.
Lebih jauh, Ali mengungkapkan dugaan temuan lain yang juga dimasukkan dalam laporan adalah dugaan ketidaksesuaian waktu pelaksanaan kegiatan. Ia menyebut ada kegiatan tahun anggaran 2022-2025
“Kami menemukan dugaan proyek tahun 2023-2024, ditemukan banyak proyek yang retak-retak dan ada dugaan pengurangan spek quality,” tegasnya.
Jika benar demikian, ujarnya, hal tersebut berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan tertib administrasi keuangan negara sesuai aturan pengelolaan keuangan desa.
Dasar Hukum
Laporan yang disampaikan Ali Rosidin turut menyebut dasar hukum pengajuan, antara lain:
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU Nomor 13 Tahun 2006 jo. UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
UU Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) Pasal 108
PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ali menegaskan bahwa langkah tersebut ia lakukan bukan untuk menjatuhkan pihak tertentu, melainkan memastikan bahwa pengelolaan dana desa berjalan sesuai ketentuan dan tidak merugikan negara maupun masyarakat.
“Saya tidak main-main dengan oknum kepala desa yang menyalahgunakan Dana Desa, ” tegasnya.
Hingga laporan ini diturunkan, pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai tindak lanjut atas laporan yang diajukan tokoh masyarakat tersebut. Namun, penerbitan tanda terima menjadi bukti bahwa laporan telah diterima dan akan masuk dalam proses telaah awal. (*)








