Lingkar.co – Banjir di Grobogan telah merendam ribuan hektare lahan pertanian milik warga. Sehingga, jika banjir tidak segera surut maka tanaman terancam puso atau gagal panen.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan Sunanto mengatakan pihaknya sampai saat ini terus melakukan pendataan lahan pertanian yang terdampak banjir. Sementara total ada 3.873 hektare lebih sawah milik warga yang tergenang.
“Untuk sementara ada sebanyak 68 desa dari 12 kecamatan di Kabupaten Grobogan yang lahan pertaniannya terdampak,” kata Sunanto, Jumat (15/3/2024).
Ribuan hektare lahan tersebut, kata Sunanto, didominasi lahan padi. Namun, ada pula lahan bawang merah yang terdampak.
Berdasarkan catatannya, lahan pertanian yang terkena dampak paling parah berada di Kecamatan Tegowanu.
“Dampak paling luas dialami oleh Kecamatan Tegowanu dengan luas lahan 910,70 hektare. Setelahnya, ada kecamatan Brati, dengan luas lahan 803,5 hektare dan Kecamatan Godong seluas 716,95 hektare,” sebutnya.
Kemudian, di Kecamatan Klambu ada 351,85 hektare, Gubug 305 hektare, Purwodadi 261 hektar, Tawangharjo 230 hektare, Grobogan 110 hektare, Penawangan 91 hektare, Pulokulon 45 hektare, Wirosari 40 hektare, dan Kecamatan Karangrayung hanya 8 hektare.
Dikatakannya, ketinggian air yang menggenangi lahan pertanian bervariasi. Rata-rata di angka 100 cm, namun ada beberapa yang mencapai 200 cm.
Pihaknya pun berharap banjir segera surut, sehingga tidak sampai membuat tanaman menjadi puso.
“Kalau 7 hingga 10 hari baru bisa dikatakan puso. Tapi kalau seperti banjir yang kemarin hanya 3 hari sudah surut, sudah bisa dipastikan bisa selamat,” ujarnya.
Banjir di Grobogan juga merendam area kantor milik pemerintah, di antaranya Pendapa Kabupaten Grobogan, Setda, Kejari, dan DPRD, dan KPU. Selain itu sejumlah jalan utama juga terendam. Hal ini membuat aktivitas menjadi terhambat.
Berdasarkan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, pada Jumat (15/3/202), banjir telah menggenang 105 desa di 13 kecamatan. Banjir disebabkan curah hujan tinggi dan kiriman air dari hulu Sungai Lusi. (*)
Penulis: Miftahus Salam