RMI PWNU Jateng Soroti Kesehatan Mental Santri

Para narasumber Halaqah Interaktif Pengasuh Pesantren, dr. Alek Jusran, M.Kes (Ketua LK PWNU Jateng), Dr. Nailul Fauziah, S.Psi., M.Psi., Psikolog (Dosen Psikologi Undip Semarang)
Para narasumber Halaqah Interaktif Pengasuh Pesantren, dr. Alek Jusran, M.Kes (Ketua LK PWNU Jateng), Dr. Nailul Fauziah, S.Psi., M.Psi., Psikolog (Dosen Psikologi Undip Semarang). Foto: dokumentasi

Lingkar.co– Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan psikologis santri di tengah tantangan zaman modern, Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah bekerja sama dengan RMI PCNU Banyumas menggelar Halaqah Interaktif Pengasuh Pesantren bertema “Mental Health Awareness: Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Santri” di Pondok Pesantren Al Falah, Mangunsari, Banyumas, Rabu (29/10/2025).

Kegiatan ini diikuti oleh para pengasuh dan perwakilan pondok pesantren serta pengurus RMI se-Karesidenan Banyumas. Para peserta diajak memahami pentingnya kesehatan mental di lingkungan pesantren, serta membangun kesadaran bahwa kesejahteraan psikologis merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan keagamaan.

Ketua Lembaga Kesehatan (LK) PWNU Jawa Tengah, Alek Jusran, dalam pemaparannya menegaskan bahwa isu kesehatan mental di pesantren harus mendapat perhatian serius. Ia menjelaskan, PBNU telah memberikan arahan kepada wilayah-wilayah di Jawa, Bali, dan Sumatera untuk memperkuat layanan kesehatan melalui pendirian klinik di setiap Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU).

“PBNU mendorong agar setiap wilayah memiliki klinik yang terintegrasi dengan pesantren. Kami di LK PWNU Jateng sudah menyiapkan panduan pendirian klinik dan rumah sakit, agar kesehatan santri dapat terjamin secara menyeluruh,” ungkap Alek.

Ia menjelaskan, pesantren memiliki karakter unik karena menjadi lingkungan boarding dengan santri yang tinggal 24 jam di bawah pengasuhan kiai dan pengurus. Kondisi ini menuntut pengelolaan kesehatan fisik dan mental yang lebih sistematis, sebab masa remaja santri merupakan fase penting perkembangan emosi, sosial, dan spiritual.

“Kesehatan santri bukan hanya soal tubuh yang kuat, tapi juga jiwa yang tenang. Banyak persoalan muncul karena aspek mental tidak terkelola dengan baik. Maka dari itu, pembahasan kesehatan jiwa ini sangat penting bagi pesantren,” tegas Direktur Amino Hospital ini.

Alek juga menyoroti perbedaan karakter generasi santri saat ini dibanding masa lalu. Menurutnya, santri generasi Z dan Alfa hidup di era digital yang serba cepat, individualistis, dan sangat tergantung pada teknologi.

“Zaman dulu, santri terbentuk oleh keterbatasan dan kesederhanaan. Tapi sekarang, santri kita lahir di era digital — mereka belajar cepat, kreatif, tapi mentalnya lebih rentan terhadap tekanan sosial. Maka cara mengasuh dan mendidik juga harus menyesuaikan,” jelasnya.

Ia menambahkan, pondok pesantren harus menjadi tempat yang aman dan ramah bagi pertumbuhan psikologis santri. Sistem senioritas, tata nilai, dan kultur internal pesantren perlu dikelola agar tidak menimbulkan tekanan atau bahkan kekerasan psikis bagi santri baru.

“Di pesantren besar biasanya ada semangat korsa atau solidaritas namun seringkali itu berlebih. Kalau tidak dikelola dengan baik, bisa berubah menjadi tekanan sosial. Karena itu, perlu pendampingan yang adil bagi semua santri,” tambahnya.

Menangani Korban dan Pelaku Kekerasan

Dalam kesempatan tersebut, Alek juga menekankan pentingnya pesantren untuk memiliki mekanisme penanganan kasus kekerasan atau perundungan (bullying). Ia menegaskan bahwa pendekatan harus mencakup dua pihak: korban dan pelaku.

“Selama ini kita fokus ke korban, padahal pelaku juga perlu ditangani. Kalau pelaku tidak dibimbing, ia bisa menjadi ‘predator baru’ di tempat lain. Maka pesantren harus punya sistem terapi dan pembinaan agar keduanya pulih secara psikologis,” ujarnya.

Alek berharap pondok pesantren di Jawa Tengah mulai membangun kerja sama dengan lembaga-lembaga pelatihan kerja (BLK) dan lembaga pendidikan tinggi agar santri memiliki keterampilan, kemandirian, serta ketangguhan mental.

“Sebagai Direktur Amino Hospital yang menangani kejiwaan ataupun di LKNU kami siap membantu jika pesantren membutuhkan pendampingan atau kerja sama dalam penanganan kesehatan mental santri,” pungkas Alek.

Turut hadir sebagai narasumber halaqah, Nailul Fauziah, dosen psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Ia menjelaskan bahwa santri masa kini yang berusia antara 12 hingga 18 tahun tergolong dalam generasi Z dan Alfa — generasi yang lahir dan tumbuh bersama kemajuan teknologi digital.

“Generasi ini cerdas, cepat belajar, dan adaptif. Tapi mereka juga rentan terhadap gangguan kesehatan mental karena hidup dalam tekanan sosial media dan budaya instan,” jelas Fauziah.

Ia menguraikan, meski generasi santri kini lebih terbuka dan kreatif, mereka menghadapi tantangan besar berupa rendahnya ketahanan emosional. Pesantren, menurutnya, berperan penting dalam membangun resiliensi — ketangguhan menghadapi tekanan hidup.

“Pesantren membentuk karakter, tanggung jawab, dan integritas moral. Nilai-nilai ini justru menjadi penyeimbang di tengah derasnya arus digital dan gaya hidup bebas,” lanjutnya. (*)