Salamun, Nelayan Kerang di Semarang Sulap Sampah Laut Jadi Miniatur

Salamun, memamerkan karya buah tangannya di rumah pondokan kayu miliknya, di Jalan Tambakrejo RT 3/XVI, Tanjung Mas, Semarang Utara, Jateng, Rabu (11/8/2021). FOTO: Dinda Rahmasari Tunggal Sukma/LIngkar.co
Salamun, memamerkan karya buah tangannya di rumah pondokan kayu miliknya, di Jalan Tambakrejo RT 3/XVI, Tanjung Mas, Semarang Utara, Jateng, Rabu (11/8/2021). FOTO: Dinda Rahmasari Tunggal Sukma/LIngkar.co

SEMARANG, Lingkar.co – Siang itu, Rabu (11/8/2021), Salamun, memotong lembaran kaleng menjadi bagian-bagian kecil. Potongan itu, ia rangkai menjadi miniatur Burung Merak.

Tak lupa untuk dicat terlebih dahulu, agar tampilannya semakin cantik, kata Salamun.

Begitulah aktivitas Salamun, selepas melaut memancing kerang hijau.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

Salamun melakukan kegiatan itu dalam sebuah pondokan kayu yang berlokasi di Jalan Tambakrejo RT 3/XVI, Tanjung Mas, Semarang Utara.

Selama lima tahun terakhir, pria berusia 45 tahun itu, membuat miniatur berbahan limbah sampah yang ia pungut dari laut.

Tujuan Salamun sungguh mulia. Dibalik berbagai miniatur yang ia ciptakan, setidaknya dapat mengurangi limbah sampah laut.

Png-20230831-120408-0000

“Bapak berpikir ini gimana caranya bisa membersihkan sampah walaupun sendiri, ya memang tidak bisa habis tapi setidaknya bisa mengurangi,” jelas Salamun, kepada Lingkar.co, Rabu (11/8/2021).

Salamun bercerita, sampah di Semarang bagian utara cukup banyak. Tak hanya kaleng, namun kayu dan bambu mengapung di lautan.

Baca Juga:
Panti Asuhan Al-Jannah Siap Asuh Anak Kehilangan Orang Tua Akibat Covid-19

BERNIAT MENGURANGI SAMPAH LAUT

Berawal dari niat mengurangi sampah di laut, Salamun, mulai belajar menyulap kaleng menjadi karya. Salah satunya miniatur Burung Merak yang cantik.

Selain sampah kaleng, Salamun, juga merangkai kayu dan bambu yang ia temukan di laut, menjadi miniatur kapal.

“Posisinya kalau masih ada tutup, kalengnya mengapung. Di lihat laut Semarang Utara gak enak banget, ada kaleng mengapung,” ujarnya.

“Jadi bapak ambil bawa pulang. Bagaimana caranya membuat sesuatu dari sampah laut ini. Tidak belajar ke mana-mana, otodidak,” ujarnya lagi.

Sampah terbanyak yang ia jumpai selama melaut adalah plastik. Salamun mengaku, awalnya belum mengetahui cara mengkreasikan limbah tersebut.

Ia pun mempelajari tehnik-tehnik merangkai limbah sampah. Hasilnya, Salamun, dapat menciptkan karya dari limbah sampah menjadi berbagai miniatur bernilai artistik.

Salamun mengatakan, untuk miniatur Burung Merak berukuran 90×90, ia mampu menyelesaikan dalam waktu seminggu.

Sementara, untuk yang berukuran kecil, Salamun, dapat membuat tiga miniatur dalam sehari.

DIMINATI WISATAWAN

Salamun, memasarkan karya buah tangannya melalui jejaring media sosial, dan getok tular atau penyebaran informasi dari mulut ke mulut.

“Banyak juga mahasiswa yang KKN bantu memasarkan. Cara penjualannya mereka bantu juga,” ujarnya.

Saat ini, karya buah tangan Salamun, diminati masyarakat, khususnya wisatawan untuk datang ke Tambak Lorok.

Banyak dari mereka minta atau memesan kepada Salamun, untuk dibuatkan menjadi souvenir.

Ia mematok harga tiap karya buah tangannya dari Rp150 ribu hingga Rp1,5 juta. Tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatan miniatur.
“Harganya dari 150 ribu sampai 1,5 juta,” ujarnya.*

Penulis : Dinda Rahmasari Tunggal Sukma

Editor : M. Rain Daling

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *