JAKARTA, Lingkar.co – Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan, yang merupakan tersangka buron kasus dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian ESDM telah tertangkap tim penyidik KPK.
Ia sebelumnya telah masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 17 April 2020, artinya Tan telah menjadi buronan hampir satu tahun.
Terkait penerbitan DPO, Tan awalnya tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai tersangka sebanyak dua kali.
Baca juga:
Mendagri Tito Karnavian Terbitkan Instruksi PPKM Mikro Tahap V
Pertama, tidak datang dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar atas panggilan KPK untuk hadir pada 2 Maret 2020. Padahal, KPK telah mengirimkan surat panggilan pada 28 Februari 2020.
Kemudian, KPK mengirimkan kembali surat panggilan kedua pada 2 Maret 2020 untuk pemeriksaan pada 5 Maret 2020.
Tersangka juga tidak memenuhi panggilan KPK dan mengirimkan surat dengan alasan sakit menyertai surat keterangan dokter. Dalam surat itu dia menyatakan akan hadir pada 9 Maret 2020.
Sempat Menunda Pemeriksaan Dengan Alasan Sakit
Namun pada 9 Maret 2020, dia kembali meminta penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit dan butuh istirahat selama 14 hari dan melampirkan surat keterangan dokter.
Baca juga:
Ketua Baleg DPR RI Usulukan Perubahan Judul RUU Minol
Selanjutnya pada 10 Maret 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan atas Tan. Atas dasar surat itu, KPK mencari dia ke beberapa tempat antara lain dua rumah sakit di Jakarta, apartemen dia di kawasan Jakarta Selatan, dan beberapa hotel di Jakarta Selatan.
Namun, saat itu keberadaan Tan belum ada yang tahu. Sesuai dengan pasal 12 UU Nomor 19/2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30/2002,
KPK berwenang meminta bantuan polisi atau instansi lain yang terkait untuk menangkap, menahan, menggeledah, dan menyita dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang pihaknya tangani.
Atas dasar itu pula, KPK memasukkan Tan ke dalam DPO sejak 17 April 2020. KPK juga telah mengirimkan surat pada kepala kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia tertanggal 17 April 2020 perihal DPO atas nama Samin Tan.
Baca juga:
Dirlantas Polda Jateng Lakukan Penyekatan di Perbatasan Saat Mudik Lebaran
Memberi Suap Kepada Bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR Dari Fraksi Partai Golkar
KPK telah mengumumkan dia sebagai tersangka pada 15 Februari 2019. Terduga memberi suap kepada bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, sebesar Rp 5 miliar terkait pengurusan terminasi kontrak itu.
Konstruksi awal perkara pada Oktober 2017, Kementerian ESDM melakukan terminasi atas PKP2B PT AKT. Sebelumnya, KPK menduga PT BLEM milik Tan telah mengakusisi PT AKT.
Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya tersebut, ia meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk Saragih terkait permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Baca juga:
Satgas Covid-19 Tegur Pelantikan Pengurus DPC Perempuan Tani HKTI
Sebagai anggota DPR di Komisi Energi, Saragih menyanggupi permintaan bantuan Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM.
Termasuk menggunakan forum rapat dengar pendapat dengan Kementerian ESDM. Posisi dia adalah anggota panitia kerja Minerba Komisi VII DPR.
Saragih Minta Sejumlah Uang Kepada Tan Untuk Pilkada Suaminya
Dalam proses penyelesaian itu, dia diduga meminta sejumlah uang kepada Tan untuk keperluan pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung.
Pada Juni 2018 diduga telah terjadi pemberian uang dari Tan melalui staf dan tenaga ahli Saragih di DPR sebanyak dua kali, yaitu pada 1 Juni 2018 sebanyak Rp 4 miliar dan pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp 1 miliar.
Baca juga:
RRQ Mencatatkan Kemenangan, EVOS Tumbang
Tan disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya.
Pihaknya telah menjadi buron kasus dugaan suap yang selama ini selalu menghindar dari KPK. Kini ia harus memepertanggungjawabkan perbuatannya.
Dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. (ara/one)
Baca juga:
Potret Stonehenge di Jogja, Mirip di Inggris