Sekretaris PC GP Ansor Kota Semarang Tegaskan Komitmen Jaga Ulama Bukan Hanya Fisik, Termasuk Amankan Fatwa Politik

Ketua Gerakan Pemuda Nahdliyin Kota Semarang, Agus Setyawan. Foto: istimewa
Ketua Gerakan Pemuda Nahdliyin Kota Semarang, Agus Setyawan. Foto: istimewa

Lingkar.co – Sekretaris Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Semarang, Agus Setyawan menegaskan bahwa komitmen menjaga ulama bukan hanya secara fisik seperti mengawal pengajian. Namun lebih dari itu juga mengawal fatwa ulama.

“Petuah ulama itu adalah fatwa yang harus dijaga, termasuk fatwa politik, itu merupakan amanah yang harus ditunaikan. Jadi menjaga ulama itu bukan sekedar fisik,” kata Agus dalam jumpa pers seusai Konsolidasi Gerakan Pemuda Nahdliyin (GPN) Kota Semarang di kelurahan Wonosari, Ngaliyan, Kota Semarang, Rabu (20/11/2024) malam.

Ia menyatakan hal itu untuk menanggapi pernyataan politik Abdurrahman yang mengatasnamakan sebagai Ketua GP Ansor Kota Semarang, bukan atasnama tim pemenangan Agustina-iswar.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

Ia menjelaskan bahwa menjaga ulama merupakan sebuah khidmah atau pengabdian bagi pemuda Ansor sebagai santri. “Namanya santri ya ikut dawuh kiai, dalam hal politik hari ini para kiai punya hajat perda pesantren yang sudah jadi komitmen Yoyok-Joss, santri mestinya juga manut nderek dawuh kiai,” jelasnya.

Dirinya juga meminta agar para pegiat organisasi di Ansor untuk lebih cair dalam hal politik. Untuk itu, kader NU harus fleksibel memandang politik karena yang utama adalah mengikuti petunjuk para orang alim agama (ulama).

Ketua Gerakan Pemuda Nahdliyin Kota Semarang, Agus Setyawan. Foto: istimewa
Ketua Gerakan Pemuda Nahdliyin Kota Semarang, Agus Setyawan. Foto: istimewa

“Dalam konteks perpolitikan ini kita mestinya lebih fleksibel tidak fanatik terhadap pasangan calon tertentu, landasan keagamaan tentu lebih aman untuk bisa selamat dunia akhirat, ini tentunya ngikut dawuh kiai, istilah jawanya kan sering kita dengar Melu gandulan sarunge kiai,” urainya

Png-20230831-120408-0000

Kata dia, para kiai NU tidak memberikan sinyal dukungan secara kelembagaan resmi. Namun melalui organisasi yang bersifat taksis yang secara eksistensi diharapkan bisa dipandang ketokohannya, bukan jabatan dalam organisasi.

“Ada yang berpolitik dengan menggunakan organisasi lain seperti Jaringan Aswaja Semarang (JAS) atau Jam’iyyatul Muballighin misalnya. Ini secara substansial kan kiai yang melek politik mengajarkan kepada masyarakat, bukan mengatasnamakan Syuriah NU, ketua NU, LDNU misalnya,” paparnya.

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps