Lingkar.co – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto meminta kepolisian serta aparat penegak hukum lain untuk memproses siapa saja yang terindikasi terlibat dalam praktik mafia tanah, tanpa pandang bulu.
“Harus tindak secara tegas siapapun orangnya yang terlibat. Tidak pandang bulu siapapun yang terlibat harus ditindak sesuai hukum yang berlaku,” kata Opa sapaan akrab Sidarto Danusubroto menegaskan, Kamis (14/9/2023).
Ia menyampaikan hal itu usai meresmikan kantor Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPPI) di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Politisi PDI Perjuangan itu menyoroti banyaknya kasus mafia tanah, tak terkecuali kasus di Kabupaten Blora yang dilakukan oleh wakil rakyat berinisial AA dan EE selalu notaris, adapun korban seorang PNS bernama Sri Budiyono.
Mantan Ketua MPR ini menilai kasus mafia tanah sangat membahayakan masyarakat, terlebih korban mafia tanah juga dari berbagai latar belakang, termasuk ASN/PNS.
Kendati demikian, ia mengakui memberantas mafia tanah ini tidak mudah. Tapi butuh kerja seluruh stakeholder untuk bersama-sama memberantasnya. Namun hal itu menjadi tugas pokok Kementrian ATR/BPN.
Mantan Kapolda Jawa Barat itu menambahkan, saat ini ATR/BPN tengah bekerja keras untuk memberantas mafia tanah di Indonesia.
“Jadi, yang namanya mafia tanah itu tidak hanya terjadi di (Blora), Jawa Tengah. Namun, sudah ada di banyak wilayah Indonesia,” bebernya.
Diwartakan sebelumnya, Kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Blora mendapat perhatian dari Indonesia Police Watch (IPW). Lamanya penanganan kasus itu menjadi sorotan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Sri Budiyono yang menjadi korban dugaan mafia tanah melaporkan hal ke SPKT Polda Jawa Tengah pada tahun 2021 silam. Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/237/XII/2021/JATENG/SPKT tanggal 7 Desember 2021.
Namun hingga saat ini berkas dari penyidik Polda Jateng belum juga rampung. Padahal pihak Polda Jateng sudah menetapkan dua tersangka yaitu oknum anggota DPRD Blora, AA dan Notaris, EE.
“Polda Jateng harus menjelaskan hambatannya mengapa tidak kunjung P21. Apakah berkas tersebut belum lengkap atau sengaja tidak dilengkapi?” katanya saat dihubungi, Minggu (10/9/2023).
Ia mencontohkan ada modus penyidik yang membuat penanganan perkara tak kunjung selesai. Satu di antaranya adalah tidak kunjung melengkapi berkas.
Lalu, lintas hambatan dalam kelengkapan berkas bisa dari pihak Kepolisian ataupun Kejaksaan. Untuk tahu hal itu, Pihak Polda Jateng harus transparan tentang penanganan perkara.
“Korban bisa lapor ke Wasidik, atau Kapolda agar memberi atensi khusus pada perkara ini,” sarannya.
Kasus itu menimpa seorang PNS asal Desa Purwosari, Kabupaten Blora, Jawa Tengah bernama Sri Budiyono.
Kasus berawal saat dirinya meminta tolong agar dicarikan pinjaman dana ke oknum anggota DPRD Blora berinisial AA sekitar Rp 150 juta. Jaminan saat itu adalah sertifikat hak milik tanah miliknya dengan luas 1.310 meter persegi yang berlokasi di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Setelah 3 bulan berlalu, tepatnya pada akhir Januari 2021, Sri Budiyono mendapat kabar gembok kunci pagar rumah yang berdiri di atas tanah tersebut, dirusak dan diganti dengan gembok kunci yang baru.
Tak hanya itu, ia juga kaget karena mendapati sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sri Budiyono telah dibalik nama menjadi atas nama AA. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps