Lidah Tani Blora Ungkap Dampak Buruk Progam KHDPK Bagi Petani

Aksi demo ribuan petani geruduk Pemkab Blora mewarnai Hari Tani Nasional 2023. Foto: Lilik Yuliantoro/Lingkar.co

Lingkar.co – Ketua Lidah Tani Blora, Ngudiono mengungkapkan dampak buruk program Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KHDPK) bagi petani.

Hal itu ia sampaikan dalam keterangan pers tertulis saat melakukan aksi geruduk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora pada Hari Tani Nasional tahun 2024, Senin 25/9/2023).

Ia jelaskan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup beserta Gubernur Jawa Tengah, telah menyatakan sikap mendukung program KHDPK tersebut.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

Kemudian menetapkan Kabupaten Kendal dan Blora sebagai pilot project atau percontohan dari program KHDPK.

Bahkan, target KHDPK mencapai 1,1 juta hektar hutan Jawa. Baik dalam kategori hutan produksi maupun lindung yang selama ini dikelola oleh Perum Perhutani.

Dari luasan hutan Perhutani yang berjumlah 9.426 ha 46% persennya akan di KHDPK kan di kabupaten Blora. Dan menurutnya, Bupati Blora menyampaikan bahwa dari target 271 desa 138 berada di kawasan hutan yang nantinya jadi data awal program ini.

Png-20230831-120408-0000

Karenanya, menilai KHDPK merupakan upaya penguatan monopoli tanah yang dimotori oleh negara melalui KLHK. Sementara bila melihat SK KLHK kawasan hutan yang akan dijadikan KHDPK akan diberikan dalam bentuk Skema Hutan Desa, HKM, HTR, nantinya akan memudahkan penyelenggarakan Perhutanan Sosial di dalam KHDPK.

Salah satu contohnya adalah melibatkan pihak Pemerintah Desa untuk mendata luas kawasan hutan yang sudah digarap oleh petani/pesanggem.

Hal ini pula memicu pecah belah diantara rakyat sekaligus serta membuat kaum tani yang bertahun-tahun menggarap lahan harus rela menjadi buruh murah dalam KHDPK.

“Kalau mengacu Permen no.4 tahun 2023 pengelolaan PS di dalam KHDPK tidak memberikan keuntungan bagi petani. Sebab kaum tani tidak diberikan keleluasaan untuk mengolah tanah garapannya,” ujarnya.

“Sementara aturan PS di KHDPK tetap membagi presentasi tanaman 50:30:20. Proses bagi hasil ini sejatinya hanya menguntungkan pemerintah dan menghisap tenaga kaum tani begitu hebat,” sambungnya.

“Dan yang paling berbahaya dari KHDPK adalah cara pemerintah mendongkrak pendapatan negara di sektor kehutanan, Jokowi dengan tegas membagi peruntukan Perhutanan sosial yang akan dijalankan di KHDPK adalah 75% untuk Korporasi dan 25% untuk rakyat,” ulasnya.

“Artinya KHDPK akan diorientasikan untuk menampung investasi di kawasan hutan utamanya Perkebunan, Pertambangan, Pertanian yang akan di kelola oleh perusahaan asing maupun BUMN,” tandasnya. (*)
Penulis: Lilik Yuliantoro
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *