Data Ahmad Baso Kesultanan Demak Sejak Tahun 1460 Masehi, Kontra dengan Sejarawan, Brawijaya V Naik Tahta Tahun 1474 Masehi

Kesimpulan Ahmad Baso Mengenai Sejarah Demak Tidak Sesuai Logika Akademik. Foto: istimewa
Kesimpulan Ahmad Baso Mengenai Sejarah Demak Tidak Sesuai Logika Akademik. Lukisan ilustrasi: istimewa

Lingkar.co – Penulis buku ‘Walisongo; Khittah Kebangkitan Bangsa dan Historiografi Islamisasi Nusantara’ Prof. Dr. Ahmad Baso, MA menyimpulkan bahwa Kesultanan Demak ada pada tahun 1460 Masehi.

Pernyataan itu disampaikan Ahmad baso dalam forum diskusi dan bedah buku Babad Demak dan Historiografi Walisongo yang dilakukan di serambi Masjid Agung Demak.

Kesimpulan tersebut didasari naskah kuno berbahasa Arab yang ditulis oleh Ibnu Majid. Bahkan, Ibnu Majid sebagai penulis naskah menyatakan bertemu dengan Sultan Fatah di serambi Masjid Agung Demak pada tahun 1462

Pernyataan Ahmad Baso menurut pemerhati sejarah dari UIN Walisongo, Dr. M Kholidul Adib MSI berlawanan dengan data sejarawan yang menulis Brawijaya V baru naik tahta pada tahun 1474 Masehi, dan Kesultanan Demak baru berdiri setelah runtuhnya Majapahit.

Adib, sapaan akrab penulis buku Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah juga menyebut bahwa Tambo Kronik Sampo Kong memberi informasi bahwa Sultan Fatah memiliki nama kecil Jin Bun, anak Kung-ta-bu-mi atau Bhre Kertabhumi waktu itu masih menjadi putra mahkota Majapahit. Kung-ta-bu-mi merupakan sebuah sebutan saat dari peranakan Tionghoa yang tidak fasih dengan logat Jawa.

Adib memberikan bantahan terhadap kesimpulan Ahmad Baso dalam kegiatan refleksi kemerdekaan ke-80 dan peluncuran buku ‘Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah’ yang digelar IKA PMII Jateng pada hari Jum’at, 22 Agustus 2025 Pukul 13.00 – 17. 00 WIB di aula Wisma Perdamaian, Kota Semarang

Lebih jauh Adib mengatakan, Sultan Fatah lahir dari pasangan Bhre Kertabhumi dengan perempuan berdarah Tionghoa atau China pada tahun 1455 Masehi di Palembang. Menurut Purwaka Caruban Nagari ibu Jin Bun bernama Siu Ban Ci, seorang istri selir Bhre Kertabhumi yang menjadi Raja Majapahit selama empat tahun (1474-1478) dan bergelar Brawijaya V. Pada masa inilah Pangeran Jin Bun atau Raden Fatah yang berusia 22 tahun diberi tanah di Glagahwangi Demak dan diangkat menjadi Adipati pada tahun 1477.

Pada tahun 1478 Bhre Kertabhumi digulingkan oleh Girindrawardhana dari Daha Kediri yang bergelar Brawijaya VI. Dengan demikian, Majapahit runtuh akibat diserang Girindrawardhana. Peristiwa itu kemudian menjadi momen bagi Demak untuk merdeka dan memimpin persekutuan para adipati di Pantura Jawa karena tidak mau tunduk kepada Daha Kediri.

“Pada tahun 1478 itu pula Raden Fatah kemudian dikukuhkan atau dilantik menjadi Sultan Demak oleh Sunan Giri yang saat itu memimpin Majlis Walisongo angkatan ke-5. Pandangan politik Sunan Giri kemudian menjadi rujukan dalam tata kelola keraton Demak,” tutur Adib.

Sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada tahun 2012 di depan forum Konges Umat Islam Indonesia (KUUI) ke-6 di Yogjakata menyatakan bahwa Sultan Fatah dilantik menjadi Sultan Demak pada tahun 1479 oleh utusan Sultan Turki Ustmani sebagai Khalifatullah ing tanah Jawi sebagai perwakilan kekhalifahan Tuki Ustmani di tanah Jawi.

“Saat itu yang menjadi Sultan Turki Ustmani adalah Sultan Muhammad Al-Fatih yang berkuasa tahun 1432-1481 Masehi yang pada tahun 1453 berhasil merebut Konstantinopel Byzantium yang kemudian diubah menjadi kota Istambul Turki,” terangnya.

Selain dua versi penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak tersebut, lanjut Adib, juga masih ada sejumlah versi lain. Misalnya informasi dari Babad Loano yang menyebutkan bahwa penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak terjadi pada malam Gerebeg Besar tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Maulid tahun 1425 saka atau tepat tanggal 28 tahun 1503 M. Malam itu digambarkan Sultan Fatah duduk di atas kursi Singgasana di Siti Hinggil Keraton menghadap ke arah utara dimana alun-alun berada. Para ulama, adipati dan pejabat kerajaan hadir.

Suasana bedah buku berjudul Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah yang dilakukan IKA PMII Jateng di Wisma Perdamaian Semarang, Jum'at (22/8/2025). Foto: dokumentasi
Suasana bedah buku berjudul Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah yang dilakukan IKA PMII Jateng di Wisma Perdamaian Semarang, Jum’at (22/8/2025). Foto: dokumentasi

“Peristiwa penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak pada saat malam Gerebeg Besar tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Maulid 1425 tahun saka atau tepat tanggal 28 Maret 1503 Masehi ini kemudian oleh Pemkab Demak dijadikan rujukan untuk ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten Demak,” paparnya.

Tanggung Jawab Validasi Data

Sementara, Ketua umum PW IKA PMII Jateng, Prof. Dr. H. Musahadi M.Ag menegaskan, dalam penulisan sejarah harus menggunakan metode analisa data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode analisis data dalam penulisan sejarah meliputi beberapa tahapan yang sistematis, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis dan penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah).

“Metode analisa data ini sangat penting untuk memastikan keakuratan dan keabsahan informasi sejarah yang ditulis,” ujar Musahadi.

Musahadi bilang, tujuan dan pentingnya peneliti sejarah memakai metode analisa data adalah untuk memastikan keabsahan dan keakuratan informasi. “Metode analisa data membantu sejarawan dalam memastikan bahwa informasi yang digunakan dalam penulisan sejarah adalah valid dan akurat,” ujarnya.

Walau demikian, ia mengakui bahwa penulisan sejarah tidak lepas dari subyektivitas. Sejarah kadang ditulis untuk kepentingan pihak tertentu. “Penulisan sejarah kadang tidak lepas dari ideologi dan kepentingan penulis sehingga kadang hasilnya kurang ideal,” ucapnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat