Lingkar.co – Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Grobogan Sunanto mengungkapkan bahwa luas lahan tanaman tembakau di wilayahnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
“Data tahun kemarin (2023) yang kita rekap itu mencapai 3.600 hektare. Sementara tahun 2024 mencapai 4.300 hektare. Untuk Kecamatan Karangrayung sendiri mencapai 1.000 hektare lahan tembakau,” katanya, baru-baru ini.
Menurutnya, komoditas tembakau menjadi tumpuan para petani, terlebih di musim kemarau.
“Komoditas pertanian tembakau sebagai emas hijau bagi para petani terlebih dimusim kemarau,” ujarnya.
Dikatakannya, meskipun komoditas ini tidak mendapatkan pupuk subsidi, namun pendapatan yang dihasilkan cukup tinggi.
Apalagi, dengan adanya program Makmur dari PT Petrokimia dan Djarum, sehingga para petani tidak kesulitan menjual hasil panennya.
“Tembakau ini mengimbangi kondisi Grobogan yang sedang kering. Meskipun kemarau, bagi petani itu adalah musim untuk tembakau, sehingga ada opsi untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi,” bebernya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo mengatakan, program Makmur tidak hanya program antara penjual dengan petani, namun merupakan ekosistem dengan sejumlah stakeholder yang terlibat.
“Petani tentu yang utama, selanjutnya offtaker (pembeli produk), kalau di sini nanti diambil PT Djarum. Kemudian agroinput, pupuk, pestisida itu kami siapkan dari Petrokimia Gresik dan Pupuk Indonesia,” ujarnya.
Sementara, untuk pendanaan, Dwi mengatakan terdapat banyak skema. Pihaknya pun siap memfasilitasi apabila memang dibutuhkan asuransi.
“Termasuk kalau perlu asuransi, nanti kami ada. Itu adalah program Makmur. Untuk apa, petani itu tidak sendiri saja. Yang pertama, untuk meningkatkan produktivitas dan yang kedua, untuk kesejahteraan petani,” ujarnya.
Dalam catatan PT Petrokimia Gresik, total terdapat 251 petani yang ikut dalam program tersebut.
Menurutnya, dengan adanya program Makmur, pendapatan petani naik hingga 12 persen.
“Sebelum mengikuti, pendapatan per hektare sebanyak Rp 63,7 juta sedangkan setelah mengikuti program tersebut menjadi Rp 71,4 juta. Meski begitu biaya produksi juga mengalami kenaikan. Dari sebelumnya Rp 37 juta per hektare menjadi Rp 41,9 juta atau naik sekitar 13,13 persen,” jelasnya.
Ia menyebutkan total luas lahan yang mengikuti program Makmur sebesar 374 hektare. Dengan hasil produksi kering, dari sebelumnya 1,3 ton per hektare menjadi 1,4 ton per hektare atau mengalami kenaikan 7,67 persen.
“Secara total, laba para petani tembakau di program Makmur itu naik dari sebelumnya Rp 26,6 juta menjadi Rp 29,4 juta per hektare,” pungkasnya. (*)
Penulis: Miftahus Salam
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps