Lingkar.co – Warga Nahdlatul Ulama (NU) khususnya santri jangan terjebak dengan berbagai kegiatan seremonial saja dalam memperingati Hari Santri yang menjadi agenda tahunan bangsa Indonesia sejak 10 tahun lalu.
Ketua tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) mengatakan peringatan hari santri yang diselenggarakan setiap tanggal 22 Oktober harus dijadikan momentum untuk melakukan refleksi diri.
“Refleksi diri untuk mengetahui dan mengukur sudah sejauh mana capaian santri dan pesantren pasca penetapan hari santri 10 tahun lalu,” kata Gus Rozin usai acara istighosah dan doa bersama dalam rangka memperingati Hari Santri tahun 2024 di Aula Lantai III Kantor PWNU Jateng, Jl Dr Cipto 180 Kota Semarang, Senin (21/10/2024) malam.
Usai pembacaan rangkaian doa istighotsah dan tahlil yang diikuti pengurus PWNU Jawa Tengah bersama pengurus lembaga dan badan otonomnya dilakukan pemotongan nasi tumpeng dan ingkung ayam oleh wakil rais Syuriyah PWNU Jateng KH Sofwan Fauzi, potongan tumpeng ingkung yang dituangkan di piring itu diserahkan kepada ketua Tanfidziyah PWNU Jateng Gus Rozin.
Gus Rozin yang juga pengasuh pondok pesantren Maslakul Huda Kajen Pati mengingatkan kepada masyarakat pesantren bahwa memaknai hari santri itu tidak cukup hanya dirayakan seremonial saja. Tapi hendaknya agenda ini menjadi momentum sebagai anak tangga menuju anak tangga berikutnya. Hari santri tahun ini adalah mata rantai nyambung antara hari santri tahun kemarin dan hari santri tahun depan.
Karena itu, lanjutnya, perayaan hari santri dari waktu ke waktu harus menyentuh hal-hal yang substansial , tahun ini harus lebih baik dari hari kemarin. Begitu juga tahun depan, kita harus mencapai satu capaian atau prestasi tertentu dalam bidang pesantren dan bidang kesantrian yang lebih baik dari tahun ini.
Dia menambahkan, tahun lalu, isu yang diusung pada peringatan hari santri adalah tentang kemandirian pesantren. Maka untuk tahun ini, isu kemandirian tersebut tidak boleh ditinggalkan, meskipun sudah dirayakan tahun lalu. Tetapi tetap perlu meneruskan dan ditambah pada tahun ini dengan merespon terhadap isu-isu kekerasan.
Hari santri tahun ini, ujarnya lebih fokus kepada bagaimana meningkatkan awareness pesantren dan merespon terhadap isu-isu kekerasan yang selama ini menerpa pesantren. Karena itu, pesantren yang merupakan miniatur masyarakat kecil, harus dikelola dengan sedemikian rupa, sehingga santri punya kekuatan mental dibandingkan dengan anak lain di luar pondok pesantren.
Dikatakan, potensi pesantren sangat besar. Dari sisi jumlah, misalnya, di Indonesia ada sekitar 30.000 pesantren. Sedangkan 5.400 pesantren berada di Jawa Tengah.
Dari sejumlah itu, ada pesantren yang memiliki potensi keilmuan murni. Kemudian ada pesantren modern yang membangun sesuatu melalui penelitian dan berorientasi teknologi.
Namun di lain sisi, ada pula pesantren yang mendekatkan diri kepada pertanian dan alam. Jadi
pesantren itu mempunyai kekhasan masing-masing. Jika bicara soal potensi, maka akan berbeda antara pesantren satu dengan pesantren yang lain.
Kehadiran Undang-Undang Pesantren yang memposisikan lembaga ini mengemban fungsi sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat dapat menjadi penanda arah dan peta jalan pesantren dalam mendedikasikan dirinya kepada masyarakat
” Ini tantangan pesantren dan NU agar dalam mengelola keragaman potensi yang ada secara baik secara terstruktur,” tuturnya. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps