Jubir KPK: UU Baru BUMN Larang Tangkap Direksi dan Komisaris yang Korupsi

Jubir KPK: UU Baru BUMN Larang Tangkap Direksi dan Komisaris yang Korupsi
Jubir KPK: UU Baru BUMN Larang Tangkap Direksi dan Komisaris yang Korupsi

Lingkar.co – Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, mengatakan, Undang-Undang (UU) Baru BUMN berpotensi membuat KPK tidak bisa menangkap direksi ataupun komisaris BUMN yang melakukan tidak pidana korupsi.

Hal tersebut disebabkan UU BUMN yang ditetapkan 24 Februari 2025, disebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa Organ dan pegawai Badan BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Kemudian pada Pasal 9G, disebutkan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

KPK kini tidak bisa lagi menangani kasus korupsi yang berada di lingkup BUMN, karena salah satu objek yang ditindak oleh KPK adalah penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan penyelenggara negara, adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tessa Mahardhika mengatakan, pihaknya akan mengkaji lebih dalam UU BUMN yang baru, khususnya terkait direksi maupun komisaris dalam regulasi bukanlah penyelenggara negara.

“Perlu ada kajian, baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” kata Tessa, Minggu (4/5/2025).

Pengkajian terhadap UU BUMN salah satunya berkaitan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang ini meminimalisasi kebocoran anggaran.

Baca juga: Gus Alam Meninggal Dunia, Kerabat dan Para Tokoh Datangi Rumah Duka

“KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki, tentunya hal ini menjadi salah satu concern KPK ya, termasuk salah satunya UU BUMN,” imbunya.

Tessa melanjutkan, KPK merupakan pelaksana undang-undang, dengan demikian penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi tidak boleh keluar dari aturan yang ada, termasuk mengenai direksi maupun komisaris BUMN, seperti yang tertuang dalam UU BUMN yang baru.

“Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan setiap direksi atau komisaris BUMN yang melakukan tindak pidana korupsi tetap berhadapan dengan proses hukum.

“Nggak usah ditanya, kalau kasus korupsi mah ya tetap aja di penjara. Nggak ada hubungannya kalau pihak yang melakukan korupsi dengan isu payung hukum bukan penyelenggara negara. Korupis ya korupsi, nggak ada hubungannya,” katanya, Selasa (6/5/2025).

Dia mengaku sedang berkoordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung), salah satunya mendefinisikan kerugian negara atau kerugian korporasi.

Menurutnya, hal ini sejalan dengan tugas Kementerian BUMN dalam melakukan pengawasan dan investigasi terhadap praktik negatif di lingkungan BUMN.
“Jadi sama-sama mirip karena itu di SOTK yang terbaru nanti, deputi Kementerian BUMN bertambah dari tiga ke lima, salah satunya fungsinya tadi menangkap korupsi,” paparnya.

Kendati begitu, Erick menyampaikan Kementerian BUMN tidak memiliki keahlian individu dalam hal tersebut. Oleh karena itu, Erick mengajak KPK dan Kejaksaan Agung menempatkan orang di Kementerian BUMN untuk dapat melakukan tindakan terhadap kasus korupsi di BUMN.

“Nah itu yang kita tidak punya ekspertis, makanya kita sama KPK, Kejaksaan, siapa tahu kita akan menarik, individu dari mereka untuk duduk di bawah kementerian (BUMN),” pungkasnya.

Penulis : Kharen Puja Risma