JAKARTA, Lingkar.co – Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menjawab kritikan Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), soal utang negara.
Sebagaimana diketahui, Ketum AHY menyampaikan sikap Partai Demokrat terkait kondisi utang luar negeri kian menumpuk pada era Presiden Joko Widodo.
Selain itu, AHY juga mengkritisi cadangan devisa kian menipis, lantaran harus menahan nilai tukar rupiah yang belakangan ini melemah.
Ia juga menyoroti soal gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang makin meningkat.
“Kita juga tahu gelombang PHK secara massal terjadi di sana-sini,” ucap AHY, mengutip postingan akun Twitter @PDemokrat, Rabu (25/1/2023).
“Ini semua tentunya mengancam masa depan dan nasib para buruh dan pekerja nasional kita,” ucapnya lagi.
Menanggapi kritikan tersebut, Stafsus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menilai bahwa Partai Demokrat dan AHY ahistoris, tidak kondisi faktual.
“Tentu kritik seperti yang disampaikan Mas AHY ini harus dihormati. Kita berterima kasih,” ucap Praswoto, melalui akun Twitternya @prastow.
“Ini tanda demokrasi berdenyut karena ruang perbedaan dirawat. Sayang kritik Partai Demokrat ahistoris, terjebak pada angka, bukan kondisi faktual yang dinamis,” lanjutnya.
Kemudian, ia menjelaskan bahwa dalam kurun 2015-2019, pemerintah dapat menjaga rasio utang pada level maksimal 30 persen terhadap PDB.
Namun, kata Prastowo, penanganan pandemi Covid-19 mendorong peningkatan rasio utang Indonesia pada 2020-2021.
Pada 2020 rasio utang mencapai 39,38 persen dari PDB, dan 2021 sebesar 40,73 persen dari PDB.
“Lihat saja lonjakan dari 30 persen ke 39,38 persen pada 2020, demi menangani dampak kesehatan, sosial dan ekonomi karena Covid-19,” ucapnya.
“Bukankah ini keniscayaan dan justru menunjukkan tanggung jawab pemerintah,” sambung Prastowo.
Saat ini, kata dia, Indonesia mendapat apresiasi sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi dengan baik.
Selanjutnya, rasio utang terhadap PDB pada akhir Juli 2022, menurun jadi 37,91 persen.
Terkait Fiskal.
Lebih lanjut, Prastowo menjelaskan bahwa akumulasi defisit fiskal Indonesia pada periode 2020-2021 hanya 10,7 persen terhadap PDB.
Dengan hasil itu, Indonesia lebih baik ketimbang negara lain pada periode yang sama, yakni Thailand 17 persen.
Lalu, Filipina 22,1 persen, China 11,8 persen, Malaysia 13,6 persen, dan India 16,5 persen.
“Ini yang saya kritik sebagai ahistoris dan nirkonteks. Kita pruden,” tegas Prastowo.
Lalu pada 2022, kata dia, fiskal dapat terjaga dengan baik, berkat kerja sama semua pihak, termasuk DPR dan partai politik (parpol).
“Dan tahun 2022, fiskal dapat kita jaga dengan baik,” ucap Prastowo.
“Ini berkat tata kelola yang baik, kerja sama dengan semua pihak, termasuk DPR dan parpol,” lanjutnya.
Meski, kata dia, Partai Demokrat kerap tidak sepakat dalam banyak hal.
“Tentu juga Partai Demokrat yang kritis dan kerap tak setuju dalam banyak hal,” kata Prastowo.
“Realisasi defisit 2022, 2,38 persen atau Rp464,33 triliun, jauh dibawah target Rp840 triliun,” lanjutnya.
AHY Perlu Asupan Informasi yang Komprehensif
Lebih lanjut, Prastowo menilai AHY perlu mendapat asupan informasi yang komprehensif mengenai utang.
Karena kata Prastowo, realisai belanja pemerintah dengan utang yang bertambah besar itu sejalan.
Bahkan kata dia, selama pandemi Covid-19, pemerintah merealisasikan Rp1.635,1 triliun untuk menolong rakyat menghadapi pandemi.
Belanja pemerintah sebanyak itu untuk perlindungan sosial bagi rakyat yang terdampak pandemik Covid-19.
“Silakan bandingkan dengan periode lain di Republik ini, kapan ada belanja publik sebesar ini?,” kata Prastowo.
Menurutnya, pemerintah sangat bekerja keras menekan defisit anggaran yang membengkak selama pandemi Covid-19.
“Kerja keras APBN yang pruden, efisien, dan antisipatif menekan defisit berkonsekuensi pada pembiayaan,” ucapnya.
Ia pun menekankan bahwa melihat utang tidak hanya pada angka, namun situasi yang berbeda pada saat sebelum masa pandemi Covid-19.
Prastowo mengakui bahwa posisi utang luar negeri pada akhir 2022 cukup besar mencapai Rp7.733,99 triliun.
“Betul bahwa posisi utang akhir 2022 Rp7.733,99 triliun. Besar ya? Iya! sudah saya jelaskan konteks dan reasoning di atas,”ucapnya.
“Kue ekonomi dan produktivitas kita pun membaik,” lanjutnya.
Dia mengatakan, rasio utang sudah turun dari 40,74 persen pada 2021 menjadi 39,57 persen pada di 2022.
“Mosok dibilang ugal-ugalan sih? Optimis ya Mas,” ucap Prastowo.
Ia menambahkan, selain penanganan pandemi Covid-19, kebijakan utang juga untuk program lainnya, seperti proyek infrastruktur dasar.
Ada pula untuk penyediaan vaksin bayi, pengelolaan sampah, penurunan emisi.
“Saya tambahkan, selain untuk menangani pandemi, kebijakan utang kita juga banyak earmarking ke program/proyek, seperti 880 proyek infrastruktur dasar,” ucapnya.
“Untuk penyediaan vaksin bayi, pengelolaan sampah, penurunan emisi,” sambung Prastowo.
Soal Cadangan Devisa.
Prastowo juga menjawab kritikan AHY soal cadangan devisa yang makin menipis.
“Menyinggung soal cadangan devisa. Mas, rupiah melemah karena dampak kebijakan ekonomi US dan geopolitik global,” kata Prastowo.
Tentunya kata dia, perlu langkah-langkat antisipasi agar tidak merugikan rakyat, dengan melakukan intervensi.
“Bukankah harus diantisipasi agar tdk merugikan rakyat? Maka dilakukan intervensi,” kata Prastowo.
“Pelemahan kita termasuk moderat. Cadev (cadangn devisa) sangat aman,” lanjutnya.
Terakhir, ia menyebut bahwa penjelasannya hanyalah sebuah catatan kecil untuk diskursus publik yang sehat.
“Semoga Mas AHY dan Partai Demokrat terus konsisten di jalan kritik yang konstruktif,” kata Prastowo.
“Maaf kalau lancang menuliskan ini. Hormat saya untuk senior-senior PD, sahabat saya,” pungkasnya.
Penulis: M. Rain Daling
Editor: M. Rain Daling
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps