Memberi Suap Kepada Bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR Dari Fraksi Partai Golkar
KPK telah mengumumkan dia sebagai tersangka pada 15 Februari 2019. Terduga memberi suap kepada bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, sebesar Rp 5 miliar terkait pengurusan terminasi kontrak itu.
Konstruksi awal perkara pada Oktober 2017, Kementerian ESDM melakukan terminasi atas PKP2B PT AKT. Sebelumnya, KPK menduga PT BLEM milik Tan telah mengakusisi PT AKT.
Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya tersebut, ia meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk Saragih terkait permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Baca juga:
Satgas Covid-19 Tegur Pelantikan Pengurus DPC Perempuan Tani HKTI
Sebagai anggota DPR di Komisi Energi, Saragih menyanggupi permintaan bantuan Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM.
Termasuk menggunakan forum rapat dengar pendapat dengan Kementerian ESDM. Posisi dia adalah anggota panitia kerja Minerba Komisi VII DPR.
Saragih Minta Sejumlah Uang Kepada Tan Untuk Pilkada Suaminya
Dalam proses penyelesaian itu, dia diduga meminta sejumlah uang kepada Tan untuk keperluan pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung.
Pada Juni 2018 diduga telah terjadi pemberian uang dari Tan melalui staf dan tenaga ahli Saragih di DPR sebanyak dua kali, yaitu pada 1 Juni 2018 sebanyak Rp 4 miliar dan pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp 1 miliar.
Baca juga:
RRQ Mencatatkan Kemenangan, EVOS Tumbang
Tan disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya.
Pihaknya telah menjadi buron kasus dugaan suap yang selama ini selalu menghindar dari KPK. Kini ia harus memepertanggungjawabkan perbuatannya.
Dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. (ara/one)
Baca juga:
Potret Stonehenge di Jogja, Mirip di Inggris